RADAR JOGJA – Dalam peresmian 7th Asean Traditional Textile Symposium 2019, Permaisuri Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas mempersilakan negara tetangga seperti Malaysia dan negara-negara lain meniru motif batik Indonesia.

Dia yakin, dengan memberi kebebasan negara lain itu, nuansa Indonesia akan hadir di produk yang mereka buat.

Bagi istri Gubernur DIJ ini, tak masalah jika motif batik ditiru karena tetap akan ada perbedaan pada selera dan teknik pembuatannya dengan batik asli Indonesia.

Dia mencontohkan, kebanyakan motif yang dikembangkan dan disukai permaisuri Malaysia didominasi motif kontemporer. Sedangkan dari segi teknik, GKR Hemas yakin, negara lain tidak akan bisa menggunakan canting untuk menggoreskan malam selihai perajin batik Indonesia.

Contohnya, saat membuat motif titik, perajin Malaysia biasanya membuat titik sebesar telur cicak.

Sakgedhe endhog, endhog cecak (sebesar telur, telur cicak) maksudnya. Tapi secara keseluruhan produk, baik batik maupun tenun yang dipamerkan tahun ini sudah bagus, baik dari segi bahan, pewarnaan, motif, maupun model. Semua mengikuti perkembangan zaman tanpa meninggalkan nuansa tradisonalnya,” ungkapnya, Selasa (5/11) di Royal Ambarrukmo.

Menurut dia, akan lebih baik jika banyak negara, tidak hanya di ASEAN, dapat mencontoh motif batik Indonesia. Sebab hal ini untuk mengenalkan nuansa Indonesia di produk mereka.

Menyikapi tantangan di bidang tekstil, anggota DPD DIJ ini mengutarakan masalah utamanya adalah ketersediaan bahan bagi perajin batik. Mahalnya kain, menipisnya malam dan perwarna alam, juga sering dikeluhkan perajin.

“Pemerintah harus memperhatikan ketersediaan bahan baku untuk perajin. Sebab hal ini akan berpengaruh pada perkembangan industri tekstil, baik batik maupun tenun Indonesia,” ucapnya.

Untuk diketahui, Perhelatan dwi tahunan bagi pemerhati Wastra se-Asia Tenggara ini berlangsung sampai 8 November. Mengusung tema Embrancing Change, Honoring Tradition.

“Kami ingin memperkenalkan, mempromosikan, sekaligus melestarikan kain wastra di anggota ASEAN sebagai kain tradisional bernilai tinggi,” jelas President The Traditional Textile Arts Society of South East Asia (TTASSEA) GKBRAy Adipati Paku Alam X.

Simposium akan menampilkan 23 pembicara yang merupakan pemerhati wastra dari 16 negara. “Ini adalah event dua tahunan dan Indonesia, pada 2004 lalu pernah menjadi tuan rumah,” katanya.

Selain diikuti delapan anggota ASEAN, hadir pula perwakilan dari negara mitra seperti USA, Australia, India, Kanada, Korea, Rusia, Selandia Baru, Cina, dan Uni Eropa. (sky/tif)