RADAR JOGJA – Ciputra berpulang kemarin dengan meninggalkan jejak panjang di dunia bisnis, terutama properti, dan berbagai bidang lain. Dikenang sebagai sosok berintegritas dan penuh perhatian.
MAESTRO properti tanah air itu kini telah pergi. Dr (HC) Ir Ciputra (Tjie Tjin Hoan) yang dikenal dengan kemampuannya ”mengubah sampah dan rongsokan menjadi emas” itu mengembuskan napas terakhir di RS Gleneagles Singapura kemarin (27/11) dini hari waktu setempat.
Dari Singapura, jenazah almarhum langsung dibawa ke Jakarta dan tiba di Ciputra Artpreneur, Kuningan, Jakarta Selatan, pada pukul 22.50.
Jenazah taipan itu disemayamkan di satu-satunya pusat seni di Indonesia yang memiliki teater berstandar internasional tersebut.
Jenazah disambut keluarga serta kolega. Sang istri Dian Sumeler tak tampak hadir tadi malam saat persemayaman. Namun, keempat anak Ciputra, menantu, cucu, dan para cicit berkumpul. Ciputra meninggalkan istri, 4 anak, 4 menantu, 10 cucu, 4 cucu menantu, dan 7 cicit.
Suasana haru terus menyelimuti keluarga besar. ”Kami sangat kehilangan sosok ayah, kakek, dan pimpinan yang menjadi suri teladan bagi keluarga dan keluarga besar dari Grup Ciputra,” ujar Rina Ciputra Sastrawinata yang merupakan putri pertama almarhum.
Perempuan yang juga menjabat direktur PT Ciputra Surya, direktur PT Ciputra Development, dan presiden direktur Ciputra Artpreneur tersebut tak bisa menyembunyikan kesedihan. Siang hari ini (28/11) keluarga rencananya baru memberikan keterangan melalui jumpa pers yang digelar di Ciputra Artpreneur atas kepergian komisaris utama PT Ciputra Development Tbk itu.
Tim Jawa Pos kemarin juga mendatangi Singapura. Sesampai di sana, jenazah Ciputra berada di Singapore Casket Service sebelum diterbangkan ke Jakarta. Tempat tersebut merupakan layanan salon pemakaman yang terkemuka di negara itu.
Keluarga Ciputra berangkat ke Jakarta dengan Maskapai Garuda Indonesia pada pukul 20.20. Kabar keberangkatan itu didapat Jawa Pos dari Duta Besar Indonesia di Singapura I Gede Ngurah Swajaya kemarin.
Saat Jawa Pos mendatangi Gleneagles Hospital Singapore, pihak rumah sakit enggan membeberkan penyakit dan lamanya perawatan. Salah satu resepsionis yang ditemui menyatakan bahwa hal itu adalah privasi pasien.
Namun, menurut informasi yang dikumpulkan Jawa Pos, Ciputra mengalami pneumonia. Penyakit itu adalah inflamasi pada paru-paru.
Swajaya menyatakan, selama perawatan, keluarga Ciputra tidak meminta pendampingan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Singapura. ”Kami hanya membantu urusan surat dan pastikan kepulangannya hari ini (kemarin, Red),” ujar Swajaya.
Jenazah Ir. Ciputra saat disemayamkan di Ciputra Artpreneur, Jakarta, Rabu (27/11/19). (HENDRA EKA/JAWA POS)
Ketika mendengar kabar maestro properti itu berpulang, seluruh anggota Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) memberikan penghormatan terakhirnya pada pembukaan Musyawarah Nasional REI 2019 kemarin. Penghormatan terakhir dipimpin Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil dengan mengheningkan cipta.
”Kita berdoa bersama, semoga almarhum mendapat tempat yang mulia di sisi Tuhan,” ujar Sofyan ketika memimpin mengheningkan cipta.
Ketua Umum Realestat Indonesia (REI) Soelaeman Soemawinata menyebut Pak Ci sebagai mahaguru semua pengembang real estate di Indonesia. ”Kita melihatnya dari dua sisi,” katanya.
Bagi dia, Pak Ci adalah pengusaha andal. Dia menyebut Ciputra sukses dengan konsep-konsep pengembangan kawasan, perumahan yang selalu menginspirasi kalangan properti.
”Kemudian, Pak Ci itu juga yang memprakarsai platform atau organisasi REI sehingga organisasi ini bisa disegani dari dulu sampai sekarang,” katanya.
Dikutip dari Forbes, keluarga Ciputra masuk daftar orang terkaya 2018 di posisi ke-27. Saat ini nilai kekayaan Ciputra tercatat mencapai 1,3 miliar dolar AS atau setara dengan Rp 18,3 triliun (kurs Rp 14.000).
Dalam acara The 5th Annual Jakarta Marketing Week 2017 pada medio Mei 2017, Pak Ci menyebut seorang pengusaha sukses menerapkan tiga prinsip yang disebut IPE. IPE yang dimaksud adalah integritas, profesionalisme, dan entrepreneur. Prinsip itu juga diterapkan dalam menjalankan bisnis di Grup Ciputra.
Peraih doktor honoris causa bidang teknik dari Universitas Tarumanagara Jakarta itu menjelaskan, ada berbagai cara untuk memangkas kesenjangan. Di antaranya ialah pendidikan dan pelatihan pada buruh. Dengan begitu, keahlian, produktivitas, serta pendapatan akan meningkat.
Namun, menurut dia, hal itu merupakan upaya jangka pendek. Sebab, kinerja mereka tetap saja diukur berdasar upah minimum. ”Yang benar dapat mengatasi kesenjangan tersebut adalah entrepreneurship,’’ ujar dia.
Pak Ci memandang entrepreneurship merupakan usaha untuk memberikan nilai tambah. Mendiang juga bercita-cita dapat menciptakan lebih banyak entrepreneur di Indonesia, yakni generasi muda yang mampu menciptakan lapangan pekerjaan bagi diri sendiri.
”Kaki lima bukan entrepreneurship, buka toko kelontong tak ada nilai tambah. Entrepreneurship yang menurut kami mengubah sampah jadi emas,’’ tuturnya. (JPC)