RADAR JOGJA – Bergulat di dunia pertanian sudah menjadi hobi sejak kecil Sumarna, 51. Lewat kegigihannya bertani, warga Sogesanden RT 77, Srigading, Sanden,  ini menciptakan inovasi pertanian. Salah satunya irigasi kabut air. Dimanfaatkan untuk tanaman di lahan pasir.

Dulu, menanam di lahan pasir teramat sulit. Berada di kawasan Jalan Jalur Lintas Selatan (JJLS), Sumarno merasa tertantang mengolah lahan pasir. Sulitnya air dan mudahnya serangan hama menjadi kendala terbesar. Terutama saat musim kemarau tiba. Suhu udara yang panas mengurangi kadar kelembaban tanaman, sehingga tanaman mudah layu dan sulit berkembang.

“Itu awal menggarap lahan ini sekitar tahun 1980-an. Saat masih jauh dari jangkauan air,” ungkap Sumarna kepada Radar Jogja beberapa waktu lalu. Bahkan saat itu sering menemukan kegagalan saat bertanam. Tak jarang menanggung kerugian.

Tak menyerah. Dia pun mencari segala cara agar tanaman bisa tumbuh dengan baik di lahan pasir. Dia menjelaskan, sekitar tahun 1990, sekelompok tani lahan pasir di JJLS sepakat membuat sumur timba. Sumur diharapkan lebih mudah dijangkau petani.

Dinilai kurang optimal karena membutuhkan tenaga yang tak sebanding dengan luasan lahan pasir, maka beralih ke sumur pantik, dengan memanfaatkan diesel. Kembali tak optimal, berikutnya  beralih lagi menjadi sumur renteng.

“Nah tahun 1999-an baru menemukan shower,” ungkap Sumarna. Metode ini dinilai pas dalam melembabkan suhu tanah. Akhirnya, metode ini oleh Sumarna dikembangkan.

Rasa penasarannya memicu semangat mengeksplorasi dan terus bereksperimen. Mencari cara mencetus ide bertahun-tahun dia lakukan.  “2010 itu nemu sistem irigasi sprinkle,”  ungkapnya. Sistem kerjanya air selalu bergerak memutar dan timbulah percikan-percikan di tanaman itu.

Pada 2014, irigasi kabut air dia cetuskan. Menurutnya, ini jadi ultimatum. Dan bekerjasama dengan sebuah lembaga swasta.  Pada 2017 dia mendapatkan suport dan fasilitas dari perhatian pemerintah daerah.

Irigasi kabut air dibuat dengan memanfaatkan diesel yang dimodifikasi khusus. Diesel itu disertai alat filtrasi. Terdiri atas saluran pembuangan dan mengarah ke selang yang diberi lubang sebasar jarum di beberapa bagian. Sehingga begitu sumur dipompa, air mengalir melalui rongga kecil bagian selang. “Nah, percikan air itulah yang kita sebut kabut,” tuturnya.

Dengan inovasi itulah tanaman di lahan pasir dapat bertahan. Hasil panen palawija belum lama ini melimpah. Tak kalah dengan tanaman di lahan sawah pada umumnya.

Kendati begitu, di musim penghujan ini, alat irigasi kabut tidak banyak digunakan. Karena memasuki pola tanam padi lebih mengandalkan air hujan.

Berkat inovasinya itu dia sukses di bidang pertanian. Satu per satu prestasi dia kumpulkan. Hingga disebut sang inovator irigasi kabut air. Sudah 33 provinsi se Indonesia berdatangan silih berganti mengais ilmunya. “Bertani itu menyenangkan. Memanfaatkan lahan untuk kebutuhan pangan, maka jangan takut bertani,” tuturnya. (mel/laz)