RADAR JOGJA – Halaman Museum Wayang Beber Sekartaji di Bambanglipuro, Bantul dipenuhi oleh para siswa SD Islam Terpadu Luqmanul Hakim, Bantul, Rabu (8/1). Mereka antusias menyaksikan pentas wayang. Bukan wayang kulit seperti biasanya. Tapi wayang lucu.
Ya di tangan Yuli Wiryanto, atau yang akrab disapa Yanto, pentas wayang berubah jadi ger-geran. Karena dengan cara itulah, yang dinilainya paling efektif. Melalui pementasan wayang lucu. Yaitu, cuplikan adegan lucu dari kisah wayang utuh. “Dengan yang lucu-lucu harapannya anak-anak senang dengan wayang,” tuturnya.
Dari mana idenya itu? Yanto mengaku, saat menyaksikan pargelaran wayang, dia mengamati pola penontonnya. Hasil pengamatannya, masyarakat umum, kerap kali hanya menyaksikan adegan lucu seperti goro-goro dan limbukan. Berbekal pengamatannya tersebut, Yanto kemudian mementaskan cuplikan adegan lucu dalam gelaran wayang. Karena ia melakukan pementasan di hadapan anak-anak. Sehingga harapannya anak-anak akan tertarik. “Saya ambil yang lucu-lucu. Meniru dari dalang-dalang. Sambil mengenalkan anak biar suka sama wayang,” katanya.
Saat ini Yanto sudah cukup dikenal sebagai dalang lucu. Dia juga mulai mengembangkan materi pementasan. Seperti menggunakan wayang Fabel. Yanto juga membuat wayang Tokoh. Yanto bahkan membuat wayangnya sendiri dari bahan kardus dan karton. Untuk menyiasati harga kulit yang mahal.
Supaya anak-anak juga tidak jenuh, pementasan Yanto hanya berlangusng paling lama satu jam. Pementasan pun kerap ia langsungkan pada siang hari. Pada malam hari ia melakukan kegiatan produksi untuk usaha jamunya di Sorowajan. “Kalau siang nggak masalah. Kalau jam lima lebih sudah nggak bisa,” kata ayah dua putera itu.
Ketika ada peringatan hari besar, Yanto kerap diminta untuk melakukan pertunjukkan. Seperti saat peringatan Hari Kemerdekaan RI. Dan yang menjadi fenomenal adalah penampilannya saat Natal di Gereja Ganjuran.. Saat perayaan Natal 25 Desember 2019 lalu Pada saat itu, Yanto menampilkan gabungan wayang Beber, wayang Fabel, dan wayang Wahyu.
Yanto menjadikan anak-anak sebagai sasaran utama. Ia ingin memperkenalkan kembali wayang kepada generasi muda. Selain itu juga sejarah wayang. “Agar budaya wayang itu tidak punah. Kebanyakan tidak suka wayang toh,” sesalnya.
Yanto juga berharap melalui pertunjukkannya generasi muda kembali mengemari wayang. Melalui hal kecil yang ia lakukan, ia ingin menarik perhatian. Dan mulai memperkenalkan wayang dengan tokoh-tokoh utama yang familiar. Meskipun Yanto senang melakukan pertunjukkan, ia tetap tidak terlepas dari habatan. “Kadang anak-anak ndak perhatikan. Kita ndalang capek-capek tapi tidak ada yang mendengarkan,” ungkap kakek satu cucu itu.
Ia juga kerap merasa sedih ketika tidak mampu memecahkan tawa anak-anak yang menyaksikan pertunjukkannya. Yanto juga kerap terkendala bahasa.
Kunjungan di Museum Wayang Beber Sekartaji yang datang dari luar kota memaksanya tidak mengunakan bahasa Jawa. Padahal, itu adalah bahasa tuturnya sehari-hari. Selain itu, Yanto pun belajar mendalang dengan menggunakan bahasa Jawa. “Itu kita akan menghibur kok tidak terhibur anak-anak. Belum lega rasanya. Seperti itu. Tapi kalau pas ada yang ketawa, rasanya senang sekali,” kata dia. “Ini harus menggunakan Bahasa Indonesia. Itu saya kadang agak bingung. Ini yang menjadi kendala,” lanjutnya
Ilmu mendalangnya sendiri, diperolehnya saat ikut temannya yang sedang belajar mendalang. Yaitu, pemilik Museum Wayang Beber Sekartaji Indra Suroinggeno. “Saya pakai bukunya mas Indra. Pas mas Indra belajar ndalang saya cuma lihat,” ungkapnya.
Di sela-sela kesibukannya sebagai pembuat jamu. Yanto tetap menyempatkan diri untuk menyaksikan wayang. memang sedari kecil Yanto menggemari wayang. Kegemaran yang menurun dari ayahnya. Tapi ayahnya bukanlah seorang dalang.
Kegemarannya akan wayang kemudian diketahui oleh banyak pihak. Sampai lima tahun yang lalu ia memberanikan diri tampil sebagai dalang. Yanto belajar mendalang secara otodidak. Indra yang pertama kali memberikan kesempatan kepada Yanto. Ketika Indra mendirikan Museum Wayang Bebeber, Yanto diajak bergabung. “Udah pak Yanto ndalang di sini saja. Sekalian menyalurkan bakatnya,” Yanto menirukan Indra.(cr2/pra)