Imlek, tahun baru untuk warga keturunan Tionghoa, diperingati dengan cara berbeda di Kampung Pandekluwih, Kelurahan/Kecamatan Purworejo, Sabtu (25/1). Tidak di tempat ibadah, namun perayaan itu dilakukan di dalam kampung sempit yang padat penduduk.

AGUNG BUDI, Purworejo, Radar Jogja

Ya, selama ini di Kampung Pandekluwih, warga keturungan Tionghoa telah menyatu dengan warga setempat. Tidak ada jarak dalam hubungan kemasyarakatan. Dan bentuk peringatan tahun baru Imlek itu pun bisa diperingati secara bersama.

Warna merah yang khas dengan aroma Tionghoa, telah dirasakan saat memasuki kampung itu. Ada ratusan amplop merah yang ditempatkan di sepanjang jalan kampung ini. Di beberapa sudut juga terlihat hiasan khas Tionghoa.

Penyiapan peringatan itu sendiri juga tidak dilakukan oleh warga keturunan semata. Nyaris seluruh warga turut membantu persiapan acara ini. “Kegiatan ini sudah kali kedua digelar. Tahun kemarin sudah diselenggarakan dan bisa diterima masyarakat,” ujar Pek Untung, salah seorang warga keturunan Tionghoa.

Menurutnya, kegiatan di tahun ini lebih meriah dibandingkan sebelumnya. Dia menyebut untuk mempersiapkan peringatan kali ini jauh lebih panjang dibanding tahun lalu. “Tahun ini bisa meriah karena bisa disiapkan sejak awal. Kalau kemarin kan masih agak mendadak,” katanya.

Dikatakan, amplop-amplop kecil berwarna merah atau angpao itu memang disediakan untuk warga sekitar, khususnya anak-anak. Isinya pun tidak seberapa, namun bisa membuat bahagia semuanya.

“Ada rasa bahagia yang tidak terlukiskan saat melihat masyarakat berusaha mengambil angpao itu. Ini menjadi bentuk rasa terima kasih kami kepada semuanya,” tambah Untung.

Diungkapkan, angpao yang ada itu merupakan bantuan dari para donatur. Mereka dengan ikhlas ikut menyumbangkan rezekinya karena melihat kebersamaan yang ada di kampung itu.

Untung berharap, perayaan tahun baru China ini bisa semakin mempererat persatuan dan kesatuan di tengah masyarakat Kampung Pandekluwih. Salah seorang warga, Yuli mengaku jika pluralisme memang sudah terbangun lama di Kampung Pandekluwih.

Masyarakat sudah terbiasa melakukan segalanya secara bersama. “Yang terpenting adalah kebersamaan. Soal kepercayaan itu kembali kepada pribadi masing-masing. Kami di Pandekluwih sudah bisa melakukan secara bersama. Sampai kerja bakti pun semua bersama, tidak ada yang tidak turun,” ungkap Yuli. (laz)