Pendidikan seks perlu dikenalkan kepada anak sejak dini. Salah satu faktor yang mempengaruhi tingginya kasus kekerasan seksual pada anak adalah kemudahan mengakses konten pornografi.
SEVTIA EKA NOVARITA, Sleman, Radar Jogja
RADAR JOGJA – Saat ini media yang dapat membantu orang tua atau guru dalam pengenalan pendidikan seks untuk anak usia dini masih minim. Inilah alasan mahasiswa Prodi PGSD Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Ida Sekar Maulina, Alyoriek Rahmadania, Riana Rahmaniya, dan Taat Tiasah Muhlisoh menggagas media pembelajaran pengenalan pendidikan seks.
Didasarkan pada karakteristik anak usia dini yang lebih tertarik mendengarkan cerita dari pada nasihat atau wejangan yang kompleks, keempat perempuan ini mulai membuat media yang dinamakan “Dongeng Boneka Tangan” atau Debat.
Menurut Ida, media pembelajaran Debat terdiri atas dongeng dan boneka. Boneka berbentuk karakter manusia dengan full body. Memiliki penanda bagian-bagian yang bisa disentuh dan tidak bisa disentuh dengan warna tertentu.
Boneka yang dibuat terdiri atas tiga penokohan. Akan menceritakan tentang keseharian anak yang berkaitan dengan pengenalan pendidikan seks. Pemilihan boneka sendiri karena benda tersebut konkret yang dekat dengan anak. Sehingga anak dapat bereksplorasi sendiri yang menganggap bagian dari boneka itu seperti bagian tubuhnya. “Yang perlu dijaga dan diperhatikan,” tutur Ida.
Pendidikan seks adalah upaya pengajaran, penyadaran, dan penerangan tentang masalah-masalah seksual yang diberikan pada anak. Dalam usaha menjaga anak terbebas dari kebiasaan yang tidak normatif serta menutup segala kemungkinan ke arah hubungan seksual terlarang.
Selama ini kurangnya pengetahuan orang tua tentang penyampaian pendidikan seks kepada anak karena pengenalan pendidikan seks untuk anak masih dianggap tabu dan tidak aplikatif. Masih banyak orang tua yang belum memberikan pendidikan seks yang benar kepada anak. Meskipun anak sudah memperoleh pendidikan seks secara sederhana di sekolah, orang tua tetap harus memberikan pengawasan dan pengetahuan tentang pendidikan seks secara khusus.
Alyoriek menambahkan, boneka tangan yang digunakan terdiri atas tiga karakter. Terdiri ibu, anak laki-laki, dan perempuan yang memiliki tinggi 35 cm. Berbahan dakron yang ditutup perpaduan warna merah dan merah muda untuk boneka dengan karakter ibu. Sedangkan untuk anak laki-laki dan anak perempuan menggunakan perpaduan warna hijau dan kuning.
Cerita yang digunakan, mengambil setting situasi dalam keluarga yang terdiri atas ibu, kakak, dan adik dengan karakter kakak dan adik berusia enam tahun dan lima tahun menyesuaikan usia anak-anak kelas TK. Sedangkan permasalahan yang diangkat adalah adab dalam kamar mandi, cara buang air yang benar dan sesuai sunah, bagian tubuh yang boleh dan tidak boleh disentuh. “Serta etika bergaul perempuan dan laki-laki,” beber Alyoriek.
Riana mengatakan, boneka Debat telah diujicobakan di TK ABA Dukuh, Mantrijeron, Kota Jogja. Berdasarkan data yang diperoleh dari uji coba, produk media ini termasuk dalam kategori baik dengan nilai rata-rata hasil penilaian siswa sebesar 3,414 dengan persentase 85,35 persen.
Hasil uji coba yang dilakukan menunjukkan bahwa media ini menarik minat siswa dan membuat siswa lebih memahami pentingnya pendidikan seks sejak dini. Dan karya ini berhasil meraih dana penelitian mahasiswa dari Fakultas Ilmu Pendidikan UNY. (laz)