Selain aksi Sudarwanto "Kodir" yang viral selamatkan puluhan siswa hanyut di sungai Sempor beberapa waktu. Ada juga kisah heroik kakek Sudiro yang juga berhasil menyelamatkan puluhan siswa dari SMPN 1 Turi yang terbawa arus deras saat kegiatan susur sungai. Berikut kisahnya. Tubuhnya tak lagi muda, namun semangat aksi kemanusiaannya sangat tinggi. Sudiro langsung bergerak saat mendengar suara minta tolong dari arah Sungai Sempor. Pria sepuh berusia 72 tahun ini memilih langsung terjun ke aliran sungai. Kala itu Sudiro sudah tak memikirkan lagi kondisi fisiknya. Dia hanya memikirkan bagaimana menyelamatkan puluhan anak yang hanyut dalam giat susur sungai. Mulai dari bambu, tangga hingga melawan derasnya arus dia lakoni. “Waktu itu saya sedang bersih-bersih Sonoloyo (makam), lalu saya dengar teriakan anak-anak dari arah sungai. Biasanya memang ada teriakan gembira tapi ini kok beda. Ternyata suaranya minta tolong sama suara anak-anak nangis,” jelasnya ditemui di kediamannya Dusun Dukuh, Donokerto, Turi, Sleman, Senin (24/2). Kecurigaan Sudiro bertambah saat salah seorang anaknya berlari menghampirinya. Sambil panik, sang anak bercerita ada siswa pramuka yang hanyut dan tenggelam. Tanpa pikir panjang, Sudiro langsung meninggalkan aktivitasnya di pemakaman. Tak sendiri, bersama sang kakak Wardi Sugito, 80 dan adiknya Suparman, 59, dia memanfaatkan alat yang ada. Mulai dari bilah bambu di sepanjang bantaran sungai hingga tangga. Bambu-bambu tersebut dibentangkan sebagai jembatan penghubung batu menuju pinggiran sungai. “Banyak siswa yang duduk di bebatuan, terus berpegangan di tebing sungai. Kebanyakan itu anak perempuan yang di aliran sungai. Jarak pinggir sungai sebenarnya dekat tapi tebing dan tinggi. Ditambah arusnya (sungai) deras,” katanya. Tanpa mengenakan alas kaki, kakek kelahiran Sleman 1948 ini, menyusuri kebun salak. Setibanya di lokasi, dia sudah melihat puluhan anak berseragam pramuka hanyut. Ada yang di aliran sungai, tebing pinggir sungai hingga bebatuan. Jiwa pahlawan Sudiro tergugah saat ada siswa yang takut. Tak memikirkan deras arus sungai, pria sepuh ini nekat menyeberangi sungai. Dia meminta agar siswa itu berpegangan padanya. Ternyata sang siswa masih takut untuk melintas. Bukan tanpa sebab Sudiro nekat menolong para siswa. Dia teringat kepada cucu-cucunya. Terlebih usia para korban hanyut memang seusia dengan cucunya. Sehingga dia bersama saudara-saudaranya dan warga Donokerto kompak melakukan pertolongan. “Lalu akhirnya saya gendong, karena memang sudah ketakutan. Pegangan bambu untuk melintas. Ternyata saya juga kena arus bahkan kaki saya kena batu padas. Tapi sudah saya tekadkan bertahan untuk menolong,” ceritanya. Tragedi susur sungai memang mengejutkan warga Donokerto. Walau memang sungai tersebut kerap mendapatkan kiriman air bah dari hulu Merapi. Hanya saja saat kejadian diakui oleh Sudiro sangatlah mendadak. Sebelum banjir biasanya diawali dengan aliran sungai yang berwarna keruh. Beberapa saat kemudian menyusul arus sungai yang membeludak. Kiriman air ini bisa meningkatkan ketinggian air sungai. Setidaknya dari satu meter bisa menjadi dua meter bahkan lebih. “Sebenarnya sudah diingatkan oleh warga. Keadaan mendung kok malah main di sungai. Tapi dijawab ngadepi banyu sampun biasa, lalu diingatkan lagi di utara, sama bu Pari, dijawab lagi mboten napa-napa, biasa mawon. Tak lama datang arus sungai,” katanya. Tim penolong terbagi dalam tiga wilayah. Sisi selatan memiliki peran mengamankan para siswa yang hanyut. Sementara sisi tengah dan utara menolong siswa di aliran sungai. Kondisi sungai yang berkarakter batu besar, lumpur, hingga berongga tak memudahkan evakuasi. “Kami sempat bingung. Tiba-tiba mas Kodir datang dari arah barat sungai. Dia langsung penekan uwit (memanjat pohon) untuk nyebrang. Lalu berenang melawan arus ke arah utara. Dia menolong siswa yang berpegangan di tebing bawah dan yang di tengah aliran sungai,” kisahnya. Kakek yang dianggap Mbah Rois Kampung Dukuh ini sempat geram. Pasalnya salah satu evakuator dari luar desa sempat menyalahkan warga. Alasannya kecelakaan sungai disebabkan oleh kelalaian warga. Berupa pengelolaan dan manajemen resiko yang tak berjalan. “Sempat ada yang bilang seperti itu. Malah menyalahkan warga sini (Donokerto), dianggap tak mengawasi. Padahal acara kemarin itu memang tak izin. Lalu yang menolong pertama kali justru warga sini. Sebaiknya jangan langsung menyalahkan, karena fokusnya kan (evakuasi) anak-anak dulu,” ujarnya. (dwi/tif) . . VIDEOGRAFER : DWI AGUS ARIYANTO/RADAR JOGJA VIDEOEDITOR : GANIFIANTO/RADAR JOGJA . Ikuti juga akun kami: Instagram : @radarjogja Line : radarjogjaofficial Twitter : @radarjogja Website : radarjogja.jawapos.com/ . Alamat : Jl. Ring Road Utara no.88 (Barat Polda DIY), Yogyakarta 55281 Telpon : (0274) 4477785 Radar Jogja Channel tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya akan menjadi tanggung jawab komentator sebagaimana diatur dalam UU ITE.