USAHA jamu tradisonal di Watu, Argomulyo, merupakan usaha turun temurun atau warisan leluhur. Dari sekitar 100-an perajin jamu di sana, mereka terbagi dalam empat kelompok, yaitu kelompok Wiji Temu Lawak, Jati Husada Mulyo, Seruni Putih, dan kelompok Temu Giring.

Ketua Kelompok Produsen Jamu Tradisional Jati Husada Mulyo Mandiri, Wagiyanti menerangkan, perajin jamu tradisional yang bergabung dengan kelompoknya ada 26 orang. Semua anggota merupakan perempuan dan sudah berkeluarga.

“Usaha pembuatan jamu tradisional ini merupakan warisan turun temurun dari nenek moyang kami,” katanya kepada Radar Desa.

Para produsen jamu tradisional yang masih eksis saat ini, menurutnya, merupakan generasi ke-3 dan ke 4. Untuk menjaga kekompakan para produsen jamu, telah dibentuk koperasi, dan pada 2016 membangun rumah produksi. “Bangunan rumah produksi jamu dibantu oleh Pertamina Rewulu. Sedangkan tanahnya, difasilitasi desa (Pemdes Argomulyo),” tandas Wagiyanti didampingi Sekretaris Kelompok, Suratiyem di rumah produksi jamu pekan kemarin.

Para pembuat jamu tradisional di Dusun Watu mengikuti perkembangan zaman. Untuk proses pembuatan jamu, memang tetap dilakukan secara tradisional, namun untuk kemasan dilakukan sesuai kemauan pasar. “Jika dahulu kemasannya hanya menggunakan plastik biasa, sekarang kami berinovasi dengan kemasan yang lebih modern. Dalam kemasan ada cap, komposisi bahan, dan kegunaan jamu,” tambah Yanti, panggilan akrab Wagiyanti.

Produksi jamu dilakukan di tempat yang bersih, dan terpisah dari ruangan untuk pengemasan, gudang, dan penjualan. Hal ini untuk menjaga kualitas jamu. “Dulu pembuatan jamu dilakukan sendiri-sendiri di rumah masing-masing, sekarang dijadikan satu. Kalau pun ada yang ingin produksi di rumah sendiri, juga tetap diperbolehkan,” saut Wiyati, anggota kelompok lainnya.

Sejauh ini para produsen jamu tak menemui kendala dalam menjalankan usahanya. Untuk menjaga kontinyutas bahan baku, selain menanam sendiri di ladang yang dimiliki, juga mendatangkan dari Kulonprogo dan Sleman.

Para perajin jamu berharap, pemerintah lebih memperhatikan keberadaan mereka. Perhatian yang dimaksud berupa bantuan fasilitas pemasaran agar jamu tradisional Dusun Watu lebih dikenal dan dikonsumsi oleh masyarakat luas. “Alhamdulillah, uang hasil penjualan jamu dapat memenuhi kebutuhan keluarga. Cukup untuk makan, menyekolahkan anak-anak, dan untuk kebutuhan lainnya,” papar Wakil Ketua Kelompok, Dwi Retno Handayani.

Para perajin jamu tak pelit berbagi. Melalui kelompok-kelompok yang ada, mereka menerima kunjungan, baik masyarakat umum, pelajar atau mahasiswa. Dengan wisata edukasi ini, diharapkan dapat menumbuhkan kecintaan masyarakat terhadap jamu tradisional. “Bagi siapa saja yang ingin belajar membuat jamu, kami persilakan. Bisa hubungi kelompok, dan kami atur jadwalnya,” jelas Yanti. (mar/jko/mg1)