TEGAL – Sedikitnya tiga warga dari Kecamatan Tegal Selatan dan Tegal Barat memprotes zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di SMA Negeri 1 Kota Tegal.

Pada PPDB tahun ini, Kecamatan Tegal Selatan dan Tegal Barat masuk ke dalam Zona 2 di SMA Negeri 1. Mereka ingin Kecamatan Tegal Selatan dan Tegal Barat masuk ke Zona 1.

“Kami ingin ada perubahan zonasi,” kata Taufik Hidayat, bersama Jaelani dan Handrito usai audiensi dengan kepala SMA Negeri 1 di SMA Negeri 1, Jalan Tentara Pelajar, Senin (9/7).

Taufik mengemukakan, Kecamatan Tegal Selatan dan Tegal Barat perlu masuk ke Zona 1, karena sama-sama beririsan dengan Kecamatan Tegal Timur.

Menanggapi hal itu, Kepala SMA Negeri 1 Masduki menyampaikan, di SMA Negeri 1, Zona 1 ditetapkan untuk Kecamatan Tegal Timur, Kramat, dan Dukuhturi dengan kuota minimal 50 persen. Ini sesuai dengan Petunjuk Teknis (Juknis) Pelaksanaan PPDB yang ditandatangani kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah.

Kecamatan Kramat dan Dukuhturi masuk ke Zona 1 karena beririsan langsung dan diperbolehkan sesuai aturan. Sedang untuk calon peserta didik yang berasal dari Kecamatan Tegal Barat, Tegal Selatan, dan Margadana diakomodasi di Zona 2 dengan kuota minimal 40 persen. Sementara untuk Zona 3 untuk calon peserta didik yang berdomisili di wilayah di luar Zona 1 dan 2 dengan kuota 10 persen.

Tujuan zonasi adalah untuk pemerataan siswa dan menghilangkan sekolah favorit. Masduki menegaskan, pihaknya melaksanakan PPDB sesuai ketentuan dan tidak memiliki kepentingan apapun, atau mempunyai niat tidak baik.

Sebagai ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMA, dia pun telah me-warning seluruh kepala sekolah agar tidak memainkan data. Namun, apabila sistem yang dibangun dirasa kurang memuaskan seluruh warga, dia akan mendiskusikan formulasi lainnya dan menyampaikannya ke provinsi.

“Apabila saya masih dipercaya menjabat (ketua MKKS SMA), akan didiskusikan. Misalnya agar seluruh kecamatan (di Kota Tegal) jadi satu (zona). Namun, ini saya tidak janji,” ujar Masduki.

Selain mendatangi sekolah, perwakilan wali murid yang tidak diterima mendaftar di SMA Negeri juga mendatangi gedung DPRD Kota Tegal. Selain mengadu soal zonasi PPDB, mereka juga mengadu soal penggunaan surat keterangan tidak mampu (SKTM).

Penggunaan SKTM sebagai persyaratan dalam proses PPDB dinilai sangat merugikan. Sebab, hanya menggunakan SKTM, panitia PPDB langsung menerima tanpa memperhatikan zonasi maupun nilai prestasi akademik.
“Kami meminta DPRD untuk membantu kami karena masyarakat banyak yang resah. Bahkan, DPRD juga diminta mendampingi kami ke Provinsi Jateng untuk mempertanyakan tentang sistem zonasi yang diterapkan di Kota Tegal,” tegas Jaelani.

Dia mengatakan, untuk pemerataan, seharusnya zona 1 sekitar 60 persen, dikhususkan bagi lingkungan sekitar sekolah. Zona 2 untuk siswa dari dalam Kota Tegal sekitar 30 persen, dan zona 3 untuk luar kota 10 persen. Hal itu, seperti yang diterapkan pada saat sistem PPDB di tingkat SMP yang dinilai lebih bagus dan berkeadilan.

“Hanya dengan modal SKTM, sistem PPDB di tingkat SMA saat ini cenderung merugikan karena tidak memprioritaskan pada siswa yang berasal dari dari dalam Kota Tegal,” ujarnya.

Dia berharap, sistem zonasi tersebut ditinjau ulang. Sebab, banyak pendaftar yang berasal dari luar daerah justru mendominasi sekolah negeri Kota Tegal. Sedangkan, putra daerah asli Kota Tegal yang masuk dalam zonasi prioritas justru harus tersingkir dan terpaksa memilih sekolah swasta karena penuhnya kuota SMA negeri.

Menanggapi hal itu, Ketua Komisi I DPRD Kota Tegal Hery Budiman menjelaskan, dalam waktu dekat pihaknyaakan memanggil dinas pendidikan dan kebudayaan (Disdikbud) agar ada kajian ulang terhadap sistem zonasi. Sebab, dalam penerapannya sangat merugikan masyarakat Kota Tegal, baik dalam pemetaan zonasi maupun penyalahgunaan SKTM sebagai syarat PPDB.

“Kajian ulang terhadap sistem zonasi menjadi evaluasi karena menimbulkan kecemasan masyarakat,” terangnya. (jpg/ila)