Suara gending  gamelan mengalun di kawasan geopark Tebing Breksi, Sambirejo, Prambanan, Sleman Sabtu (13/10) malam.

Lima kelompok seni meramaikan kegiatan tersebut.  Acara yang  diselenggarakan Dinas Pariwisata
DIY bertajuk Ngayogyaswara#2 Parade Gamelan Nusantara.

Ngoyogyaswara   memiliki makna suara yang baik. Suara dari gamelan yang ditabuh itu menghasilkan komposisi apik. Setiap alat musik memiliki warna suara masing-masing. Namun, ketika berpadu membuat harmoni. Layaknya Indonesia. Terdiri dari berbagai macam suku dan budaya.

Pada penyelenggaraan kedua ini, Dinas Pariwisata DIY menggandeng kelompok mahasiswa  dari sejumlah daerah. Tergabung dalam Ikatan Keluarga Pelajar-Mahasiswa Daerah Indonesia (IPMDI). Mereka berkolaborasi dengan seniman DIY. Ada lima kelompok yang tampil. Yakni Asrama Saraswati Bali, Sri Tanjung Banyuwangi, Baringin Mudo Padang, Sanggar Seni Kujang  Sunda dan tuan rumah Yogyakarta diwakili Suara Adiluhung.

Kepala Dinas Pariwisata DIY Aris Riyanta memberikan apresiasi terhadap penampilan para seniman muda itu. Dia juga  mengucapkan terima kasih kepada para pemangku kepentingan yang berperan aktif  melestarikan seni budaya di DIY.

“Seni budaya merupakan warisan budaya tak benda, di samping  ide ataupun konsep seni. Kehadirannya harus terus dilestarikan,” kata Aris.

Ngayogyaswara  #2 ini, kata Aris, bukan sekadar  melestarikan kebudayaan. Namun sebagai usaha menggenjot sektor pariwisata. Kolaborasi antara destinasi wisata dan pagelaran seni budaya  menjadi senjata baru memopulerkan destinasi wisata di suatu daerah.

“Kolaborasi ini bisa saling melengkapi dan menguatkan,” ujarnya.

Lebih lanjut, Aris menjelaskan, sinergitas antarawisata budaya dan wisata heritage harus terus dipoles.  Salah satunya seperti di kawasan Tebing Breksi. “Penambahan fasilitas akan meningkatkan jumlah wisatawan ke Breksi,” harapnya.

Di sisi lain parade gamelan itu menjadi sajian menarik bagi masyarakat. Sebagian dari mereka bisa merayakan malam minggu bersama pasangan maupun keluarga.

Terbukti, ribuan pasang mata terbius oleh pertunjukan yang memasuki tahun kedua. Tidak ada yang beranjak meninggalkan tempat duduknya sebelum acara selesai.  “Saya penasaran dengan konsep acaranya dan ternyata sangat bagus,” ujar Lutfika Khusna mahasiswa asal Magelang.

Pertunjukan dimulai dengan aksi teatrikal sejarah aksara Jawa yang menjadi warisan budaya tak benda. Setelah itu dilanjutkan Sanggar Seni Kujang. Dilanjutkan Asrama Saraswati, Baringin Mudo, Sri Tanjung dan ditutup dengan penampilan Swara Adiluhung.

Puncak acara ditandai semua kelompok menabuh secara bersamaan. Acara serupa pernah digelar di Candi Barong. Pesertanya diikuti  pelajar-mahasiswa di DIY. (har/kus/fj/mo2)