JOGJA- Mantan Dirjen Otonomi Daerah (Otda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Djohermansyah Djohan kembali mengkritisi pelaksanaan UU No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIJ.
Dia meminta Pemerintah RI segera bertindak menyikapi polemik keistimewaan DIJ . Terutama pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan UUK pasal 18 ayat (1) huruf m. Polemik yang mengemuka selama dua tahun terakhir tidak boleh dibiarkan berlarut-larut.
“Pemerintah harus segera mengadakan evaluasi,” pinta Djohermansyah Minggu (18/11).
Evaluasi dibutukan karena dari segi waktu, UUK telah berjalan enam tahun. Sangat beralasan pemerintah meneliti ulang pelaksanaan UUK. “Lakukan evaluasi secara lengkap. Periksa kewenangan yang sudah diberikan. Apakah telah sesuai amanat UUK atau tidak,” lanjut mantan ketua Panitia Kerja (Panja) Pemerintah RUUK DIJ itu.
Kewenangan keistimewaan yang diberikan kepada DIJ meliputi lima urusan. Yakni pengisian jabatan gubernur dan wakil gubernur, kelembagaan, kebudayaan, pertanahan, dan tata ruang.
Dari lima urusan itu, pengisian jabatan gubernur dan suksesi sultan yang bertakhta menjadi sorotan publik. Ini bermula dengan keluarnya Sabdaraja 30 April 2015 dan Dawuhraja 5 Mei 2015.
Dawuhraja itu berisi deklarasi pergantian nama Sultan Hamengku Buwono X menjadi Sultan Hamengku Bawono Ka 10. Sedangkan Dawuhraja berupa pergantian nama GKR Pembayun menjadi GKR Mangkubumi.
Usai pergantian nama itu, disusul munculnya gugatan atas pasal 18 ayat (1) huruf m ke MK pada Oktober 2016. Bertepatan lima tahun UUK pada 31 Agustus 2017, MK membuat putusan penting. Gugatan yang diajukan melalui advokat Andi Irmanputra Sidin dikabulkan seluruhnya oleh MK.
Sejak adanya putusan MK itu, Irman beberapa kali melemparkan tafsir baru. Dia menyebut Sultan Hamengku Buwono sebagai nomenklatur jabatan. Gubernur bisa dijabat perempuan. Baru-baru ini Irman juga membuat tafsir gelar khalifatullah tidak identik untuk laki-laki.
Semua tafsir Irman yang muncul enam tahun setelah pemberlakuan UUK ditepis oleh Djohermansyah. Diakui, putusan MK membuat runyam keistimewaan DIJ. Pro-kontra di masyarakat terus terjadi. Sebagai orang yang ikut menyusun UUK, mantan Plt gubernur Riau itu merasa cemas.
“Keistimewaan DIJ telah tergerus. Kalau ribut terus soal takhta ini, kapan membangun DIJ?” tanyanya.
Padahal tujuan keistimewaan DIJ adalah demi mewujudkan kesejahteraan dan ketentraman. Ini sesuai bunyi amanat UUK pasal 5. Jika masalah suksesi menjadi perdebatan, sambung dia, tujuan dari keistimewaan bisa terancam.
Karena itu, Guru Besar IPDN ini mengajak semua pihak kembali ke semangat awal memperjuangan UUK. “Mari kembali ke khitah. Kembali ke asal usul sejarahnya,” katanya.
Djohermansyah menambahkan, dalam evaluasi menyeluruh itu, pemerintah tidak cukup bicara dengan Pemprov DIJ. Namun perlu mengajak bicara kerabat Keraton Jogja, Pakualaman dan masyarakat.
Sebab, dalam benak masyarakat DIJ punya keyakinan dan kepercayaan sultan itu laki-laki. “Semua harus ditanya. Ini semua demi masa depan keistimewaan DIJ,” lanjut dia.
Terpisah, kerabat Keraton Jogja yang beberapa waktu terakhir diam akhirnya angkat suara menanggapi tafsir keistimewaan yang digulirkan Irman. Manggalayudha Prajurit (Panglima Pasukan) Keraton Jogja GBPH Yudhaningrat mengatakan, khalifatullah adalah pemimpin dari sistem pemerintahan khilafah yang berbasis Islam.
“Masak pemimpinnya perempuan. Apalagi Kerajaan Mataram Islam, tak ada sultan kok perempuan,” sindirnya. Gusti Yudha, sapaan akrabnya, menasihati Irman agar tidak membolak-balik pemikiran yang bisa membuat rusak keadaan.
Sedangkan Pengamat Keistimewaan DIJ Heru Wahyu Kismoyo menilai sejak keluarnya Sabdaraja 30 April 2015, sesungguhnya takhta kasultanan komplang alias vakum. Ini menyusul keputusan Hamengku Buwono X mengubah dirinya menjadi Hamengku Bawono Ka 10. “Kondisi komplang itu harus segera diisi dengan diangkatnya Sultan Hamengku Buwono XI,” katanya.
Mengutip buku Takhta untuk Rakyat 1982, Hamengku Buwono IX telah berwasiat. “Hamengku Buwono akan tetap terus ada sebagaimana pernah ada pada ratusan tahun silam,” ungkapnya. (kus/yog/fj/mg3)