SLEMAN – Lebih dari satu dekade lalu, sinetron Keluarga Cemara hadir di tengah-tengah penonton televisi Indonesia. Dari situ, masyarakat mengenal tokoh Abah, Emak, Euis, Ara, dan Agil. Nah, cerita karangan Arswendo Atmowiloto itu akhirnya diangkat ke layar lebar.

Pemeran Emak, Nirina Zubir berkesempatan mampir ke redaksi Radar Jogja, Jumat pagi (30/11).  Nirina datang bersama sutradara Yandy Laurens. Mengenakan setelah atasan motif polkadot warna hijau, dia sangat antusias berbincang dengan Radar Jogja. Sesekali guyonan dan cerita-cerita saat syuting meluncur dari perempuan yang memulai karir sebagai penyiar radio dan VJ MTV itu.

Mengenai film Keluarga Cemara, Nirina mengatakan, banyak nilai yang bisa didapatkan penonton dari film itu tanpa ada kesan menggurui. Namun bisa menjadi rekreasi keluarga untuk menonton film bersama. Membawa keluarga tanpa was-was karena aman ditonton semua usia.

”Nonton film ini bisa jadi aktivitas bersama keluarga. Senang-senang dan edukasi melalui visual,” katanya.

Menurut perempuan bernama lengkap Nirina Raudhatul Jannah Zubir, film Keluarga Cemara menggambarkan bagaimana kerja keras dan upaya terbaik orang tua kadang kala belum tentu mendapatkan apresiasi dari anak. Hal itu juga dapat menjadi bahan diskusi diantara anggota keluarga.

Yandy menambahkan, film dikemas ringan, nyaman, dan komplet. Value sebenanrya bicara tentang keluarga spesifik. Bagaimana anak-anak melihat sudut pandang orang tua dan sebaliknya. Penonton bisa melihat dari banyak angle, dari sudut orang tua ayah ibu, suami-istri, anak, kakak dan adik.

”Setelah menonton film ini kami harap ada medium yang dapat dibawa untuk bahan ngobrol dan diskusi di keluarga,” bebernya.

Nirina menyebut, film yang mengambil lokasi di Puncak, Bogor dan Jakarta itu adalah reinkarnasi dari serial sebelumnya. Ceritanya masih relevan untuk kondisi saat ini. Dengan masalah dan problematika keseharian di dalam cerita yang juga masih banyak di masyarakat Indonesia.

Sedangkan Yandy mengatakan, melalui film ini dia mencoba membuktikan nilai yang ditulis Arswendo yang dipercayakan dalam film ini jika diuji dengan zaman sekarang apakah masih relevan dipegang. Seperti diuji dalam masalah ekonomi.

”Apa betul kalau jadi kaya sombong, jatuh miskin minder. Padahal uang itu menguji karakter seseorang. Uang tidak mengubah seseorang. Uang itu menguji siapa dirinya sebenarnya. Mungkin ada orang kaya sombong, tapi banyak juga orang kaya yang tidak sombong,” ungkapnya.

Nirina lalu menimpali bahwa karakter Emak juga menyesuaikan dengan zaman. Tidak memaksakan setting harus tahun 1990an. ”Tapi tidak megang gadget. Bukan apa-apa, soalnya di lokasi sinyalnya susah hehe,” kelakarnya. (riz/ila)