Penjualan produk properti di DIJ masih terkendala sentimen pasar dan aspek ekonomi. Sebab, perekonomian masyarakat saat ini tergolong masih sulit. Sehingga progres penjualan produk properti di DIJ termasu stagnan.
Ketua DPD REI DIJ Rama Adyaksa Pradipta mengatakan, pada 2018 kondisi masyarakat belum stabil sehingga memilih untuk menahan diri membeli produk properti. “Di 2018 penjualan hanya 80 persen dari target 1.500 unit rumah,” ujar Rama.
Justru, progres penjualan produk properti terbesar ada di sektor hunian bersubsidi dan bukan hunian komersil. Sebab, saat ini harga hunian di DIJ cenderung sangat tinggi. Yakni di atas Rp 500 juta per unit.
Dengan harga tersebut, tidak semua masyarakat di DIJ mampu utnuk membeli rumah. Oleh karenanya, banyak produk properti justru pembelinya bukan masyarakat DIJ tapi luar DIJ. Biasanya motifnya adalah untuk investasi.
“Memang benar kebanyakan luar daerah karena kalau lokal daya belinya masih rendah,” bebernya.
Di 2018, DPD REI DIJ telah menyiapkan 300 unit hunian bersubsidi di seluruh wilayah. Dan semuanya berhasil terserap. Sayangnya, untuk tahun 2019, jumlah pihaknya belum bisa menentukan jumlah unit yang akan dijual.
Sebab, pihaknya masih menunggu kebijakan dari pemerintah pusat. Kaitannya dengan kebijakan pemerintah pusat terkait harga jual. “Kalau rumah bersubsidi belum tahu targetnya, tapi kalau komersil tetap di kisaran 1.500 unit,” ungkapnya.
Selain sentimen ekonomi, Rama menjelaskan sejauh ini 90 persen produk properti di DIJ didominasi oleh rumah komersil. Sisanya adalah rumah bersubsidi. Padahal backlog yang terjadi sekitar 25 ribu unit. Ditambah konsumen yang bermotif investasi masih menahan diri dan faktor perekonomian masyarakat. “Kalau keadaannya seperti ini, masyarakat DIJ akan susah untuk mendapatkan perumahan,” bebernya. (har/din/fn)