JOGJA – Tari merupakan gerakan badan diiringi musik hingga menjadi sesuatu yang indah untuk dilihat. Dengan tari dapat menunjukkan beragam ekspresi, mulai senang hingga sedih. Tidak salah jika seni tari mendapatkan perhatian dari berbagai kalangan. Para remaja pun banyak yang menyukai seni tari.

Seni tari ada yang klasik dan kontemporer. Keduanya saling berkesinambungan. Pengertian tari klasik adalah tari tradisional yang lahir di lingkungan keraton, hidup dan berkembang sejak zaman dulu dan diturunkan secara turun temurun di kalangan bangsawan. Sementara tari kontemporer merupakan inovasi dari berbagai macam tarian yang mendapatkan sentuhan modernisasi.

Inovasi yang lazim dilakukan pada jenis tari ini terdapat pada musik pengiring, gerakan, dan properti yang digunakan oleh para penari. Tari kontemporer merupakan tarian yang dipadukan dari berbagai jenis tarian, terutama tarian tradisional dan tarian modern.

Menyukai seni tari biasanya tidak lepas dari lingkungan, seperti yang dirasakan penari klasik, Apriliyana Puspa Dewi. Ia mengatakan menyukai tari sudah dari kecil, karena kebetulan dari keluarga besar sendiri sudah mengenalkan seni itu dari kecil. Seperti seni rupa dan seni pertunjukan, khususnya seni tari dan karawitan, dari situlah mulai tertarik ingin belajar tari.

“Tari klasik itu menurut saya pribadi mau tidak mau bakal disesuaikan  dengan karakter si penari. Yang luruh ya luruh, yang gagah ya gagah, yang halus ya halus. Semakin mendalami karakter, semakin terbawa ke pembawaan di kehidupan sehari-harinya,” ujarnya.

Dikatakan, rata-rata penari klasik menarikan karakter yang hampir sama, meski tarinya berbeda. Selain itu dari suasana latihan, yang klasik juga berbeda dari latihan tari yang lain. “Terlebih lagi di pementasannya, suasananya lebih agung,” ujar Apriliyana.

Belajar tari juga bisa dari mana saja, seperti yang dilakukan wanita penari kontemporer bernama Irma Indriyani. Ia mulai belajar tari-tari modern dari kecil dengan melihat dari CD.

“Bisa menularkan kebahagiaan ketika menari sama penonton. Itu sebenarnya alasanku suka menari. Background-ku awalnya pop dance, jadi memang ekspresi yang kusampaikan memang selalu happy. Hanya untuk hiburan,” ujar perempuan yang biasa disapa Mima ini.

Dikatakan, menari tidak hanya tentang apa yang dirasakan terhadap penonton. Bukan sekadar kesenangan, namun pesan yang ingin disampaikan bisa sampai ke penonton, meskipun energi yang disampaikan itu negatif, seperti kesedihan, kesengsaraan, atau kelam dan lainnya.

Ia merasa dengan tari kontemporer bisa bebas mengungkapkan hal apapun yang bisa diekspresikan untuk penonton. “Apa yang saya rasakan, terus pesan-pesan apa yang mau disampaikan, saya bisa bebas mengekspersikannya dengan gaya sendiri. Tanpa ada patokan atau pakem gerak yang tidak boleh diubah,” tambah Mima.

Tari kontemporer bisa membuat wawasan baru ke penonton tentang dunia tari, bahwa tari tidak hanya sekadar hiburan. Tapi juga bisa mengedukasi masyarakat tentang isu-isu yang terjadi di kehidupan sehari-hari. Lewat tari, itu bisa diekspresikan lewat tari kontemporer. (cr8/laz)