Perawat dari Indonesia mulai diminati jasanya oleh user luar negeri, terutama dari Jepang dan Timur Tengah. Namun secara keseluruhan, jumlah perawat dari Indonesia masih kalah dari Filipina.

Keresahan itu diungkapkan Ketua Pengurus Yayasan Notokusumo Drs Sedianto Soetio saat membacakan sambutan dalam Dies Natalis ke-29 Akper Notokusumo di Mandala Bakti Wanitatama, Rabu (6/2).

Lulusan Akper Notokusumo, lanjutnya, paling tidak sudah 50 orang yang bekerja di Jepang. Ditambah lagi yang menjadi tenaga perawat di Timur Tengah hingga Eropa. Tapi secara kuantitas, perawat dari Indonesia yang bekerja di luar negeri kalah banyak dari perawat Filipina.

“Ini yang jadi PR bersama, kenapa perawat kita kalah dari Filipina. Apakah karena mereka terbiasa berbahasa Inggris? Itu yang harus dijawab bersama. Tapi bagi perawat yang paling penting itu ketrampilan,” kata Sedianto.

Tantangan lainnya adalah teknologi informasi. Dengan makin berkembangnya teknologi, bahkan komunikasi dengan dokter sudah bisa dilakukan secara online. Sedianto berpesan kepada civitas akademika Akper Notokusumo agar terus update perkembangan zaman dan berorientasi pada kebutuhan pasar kerja saat ini.

“Tantangan tidak hanya bagi mahasiswa, tapi juga dosen pengajar, direktur dan yayasan untuk bersama-sama mewujudkannya,” tambahnya.

Dies Natalis ke-29 Akper Notokusumo diisi dengan pidato ilmiah oleh dosen Akper Notokusumo Septiana Fothonah S.Kep, Ns, M.Kep yang mengangkat tema “Strategi Patient Safety Perawat dalam Pencegahan Infeksi Aliran Darah”.

Dalam paparannya terkait strategi safety perawat dalam pencegahan infeksi darah, bisa melalui Peripheral Intravenous Catheter (PIVC) dan Central Venous Catheter (CVC). Ini merupakan media dalam treatment pasien yang dapat menimbulkan komplikasi lokal maupun sistemik, salah satunya infeksi darah.

Perawat perlu mengedepankan upaya patient safety pada pelayanan kesehatan di rumah sakit atau tempat pelayanan klinis lainnya, sebagai wujud komitmen kinerja perawat. (*/laz/riz)