Suasana Studio Mendut di Mendut, Kabupaten Magelang, meriah dan ramai oleh kalangan seniman, sejak Senin malam (4/2). Mereka menunggu waktu Subuh untuk bisa bersama-sama meresmikan Museum Lima Gunung di studio milik Sutanto Mendut itu. Akhirnya tidak hanya peresmian, tetapi juga perayaan Tahun Baru Imlek 2570/2019 dan ulang tahun ke-65 Presiden Lima Gunung itu.
FRIETQI SURYAWAN, Mungkid
Tanpa sengaja, peresmian museum dibarengkan dengan HUT Ke-65 Sutanto Mendut dan Imlekan. Semula para seniman petani Komunitas Lima Gunung hanya ingin meresmikan museum yang menyimpan berbagai koleksi perjalanan mereka mengelola aktivitas berkesenian, menghidupi tradisi, dan berkebudayaan desa selama sedikitnya 17 tahun terakhir.
Komunitas Lima Gunung selain berbasis para seniman petani di kawasan lima gunung yang mengelilingi Kabupaten Magelang, juga berasal dari berbagai latar belakang kehidupan, baik yang tinggal di Magelang maupun luar daerah. Peresmian saat subuh itu dihadiri sejumlah kalangan, terutama seniman, budayawan, pemerhati sosial, penulis, akademisi dari Magelang dan luar daerah itu.
“Saya beberapa waktu terakhir mengamati kehidupan. Sebelum akhirnya memutuskan untuk mengajak semua kalangan menikmati waktu Subuh, saat matahari mulai bersinar, sebagai tanda memulai kehidupan baru. Juga celoteh burung,” kata Tanto menjelaskan alasannya memilih waktu Subuh untuk peresmian museumnya.
Berbagai koleksi di museum itu, antara lain patung, topeng, wayang, lukisan, sejumlah kostum tarian, gamelan, alat musik, buku, foto, kliping pemberitaan berbagai media massa tentang aktivitas seni, tradisi, dan sosial budaya Komunitas Lima Gunung selama ini. Sutanto Mendut menjadi pemimpin tertinggi di komunitas seniman yang ada di Gunung Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing, dan Gunung Menoreh yang berada di Kabupaten Magelang itu.
“Ini museum hidup yang akan terus dihidupi oleh komunitas. Museum ini menyimpan nilai hidup lima gunung. Kehidupan kami tidak sekadar seni,” tuturnya.
Pada kesempatan itu, beberapa tokoh Komunitas Lima Gunung secara bergantian menyampaikan testimoni terkait museum itu dan perjalanan komunitasnya selama ini. Mereka, antara lain Supadi Haryanto, Riyadi, Sitras Anjilin, Sujono Keron, Ismanto, Sarwo Edi, Sih Agung Prasetyo, dan Sujono Bandongan.
Pidato lainnya disampaikan para tokoh dan tamu, antara lain, Haryadi SN, Toto Rahardjo, KH Ahmad Labib Asrori, Annisa Hertami, Bante Jodhi, dan Muhammad Burhanuddin.
Pimpinan Padepokan Lemah Putih Kabupaten Karanganyar Suprapto Suryodarmo bersama sejumlah orang melakukan performa gerak pada peresmian museum. Peresmian juga ditandai, antara lain, dengan pembukaan kain selubung papan nama, pembubuhan tanda tangan para tokoh dan tamu undangan, penyerahan sejumlah karya lukisan seniman Komunitas Lima Gunung, serta peninjauan museum di lantai bawah panggung terbuka Studio Mendut, sekitar 100 meter timur Candi Mendut itu.
Seniman musik dari Malang, Wukir menyuguhkan karya musiknya mengiringi persemian museum. Sedangkan pengurus Persatuan Pedalangan Indonesia (Pepadi) Kota Magelang Susilo Anggoro menembangkan lagu Jawa langgam Pocung, dan seniman Sanggar Dua Atap Magelang Dharma Wijaya menyuguhkan kidung atau suluk “Jago Keluruk”.
Pemerhati budaya Haryadi SN mengemukakan, Museum Lima Gunung merekam berbagai aktivitas yang dijalani komunitasnya. “Museum ini menggambarkan kesadaran mental dan sejarah komunitasnya. Semoga museum ini merekatkan kerinduan masyarakat nusantara untuk memeriahkan kerayaan Indonesia yang dahsyat ini,” ujarnya. (laz/tif)