SOLO – Sebanyak 14 anak pengidap HIV/AIDS dikeluarkan dari salah satu sekolah negeri di daerah Laweyan, Solo, Jawa Tengah (Jateng). Ini menyusul adanya desakan dari orang tua siswa yang ketakutan anaknya tertular virus tersebut.
Dilansir dari radarsolo.jawapos.com, setelah melalui rapat komite sekolah yang melibatkan pihak sekolah, akhirnya diambil keputusan untuk mengeluarkan 14 siswa yang duduk di bangku kelas 1 hingga 4 sejak 31 Januari 2019. Selanjutnya, para siswa dikembalikan ke rumah khusus untuk anak dengan HIV/AIDS atau ADHA di Kompleks Taman Makam Pahlawan, Kusuma Bakti, Jurug, Jebres, Solo. Rumah singgah itu di bawah pengelolaan Yayasan Lentera.
Ketua Yayasan Lentera Yunus Prasetyo menyayangkan pengeluaran 14 siswa. Seharusnya keputusan tersebut tidak diambil. Mengingat ADHA juga memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan layaknya anak lain.
“Setelah adanya pertemuan antara komite dan pihak sekolah akhirnya para siswa dikeluarkan dari sekolah. Intinya, orang tua keberatan dengan keberadaan anak itu di sekolah. Mereka meminta agar anak tidak di sekolah itu,” ucap Yunus, Jumat (15/2).
Yunus mengungkapkan, penolakan terhadap ADHA bukan kali ini saja. Sebelumnya, penolakan terhadap keberadaan ADHA sudah terjadi. Jadi ditolaknya ADHA di salah satu sekolah menjadi hal biasa. Saat masuk ke Taman Kanak-kanak juga sudah mendapatkan penolakan.
”Kami menyayangkan bahwa program dari Dinas Pendidikan ternyata melakukan regrouping sekolah. Ini tidak pernah disosialisasikan terlebih dahulu,” terang Yunus.
Sehingga akhirnya terjadi gejolak dan ada penolakan dari orang tua siswa. Padahal sebelumnya, para ADHA sudah empat tahun bersekolah dan tidak pernah terjadi masalah. Tetapi setelah adanya regrouping baru muncul penolakan.
Yunus berharap, para ADHA bisa kembali belajar di sekolah formal. “Bukan home schooling, itu bukan solusi. Karena yang dibutuhkan anak itu bukan hanya masalah berhitung, membaca. Tetapi mereka juga butuh bersosialisasi dan bermain bersama anak sebaya di luar panti,” tegasnya.
Untuk itu, Lentera sudah melakukan koordinasi dengan Dispendik dan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Anak dan Dinas Sosial. Dengan harapan ada solusi yang terbaik agar para ADHA bisa kembali bersekolah. (jpc/ila)