KULONPROGO – Ketua DPRD Kulonprogo, Akhid Nuryati meminta Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kulonprogo menunda rencana pengosongan lahan tambak udang. Lokasinya di sisi selatan New Yogyakarta International Airport (NYIA).

Sebab, petambak udang sudah terlanjur menebar benih udang. Yang kini usianya sudah 40 hari. “Kasihan petambak, sebentar lagi panen,” kata Akhid (20/2).

Pemkab Kulonprogo diminta tidak gegabah mengambil keputusan. Pengosongan lahan jangan terburu-buru asal tidak menganggu pembangunan NYIA. DKP sebaiknya menentukan relokasi petambak terlebih dahulu sebelum digusur.

“Aktivitas tambak tidak menggangu bandara. Mereka masih menunggu kepastian rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) untuk lahan relokasi,” kata Akhid.

Pemkab harus memiliki rencana matang agar para penambak tidak merugi. Pendataan secara menyeluruh, mana tambak aktif mana yang tidak.
“Buat konsep zonasi yang jelas, pembuatan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) Komunal untuk antisipasi pencemaran lingkungan di lahan relokasi,” ujarnya.

Rencana pengosongan lahan tambak udang sudah diberitahukan kepada petambak udang. Per 1 Maret 2019, Angkasa Pura I dan PT PP KSO akan membangun sabuk hijau di kawasan Bandara yang berfungsi mencegah tsunami dan abrasi.

Salah seorang petambak udang, Eko Susilo, 37, mengatakan, dia mengikuti keputusan pemerintah. Jika harus direlokasi akan dia turuti.

“Relokasi merupakan permintaan kami, sebab kami tidak dapat ganti rugi jika digusur. Karena tidak menerima kompensasi apa-apa,” kata Eko.
Pascalahan pertanian dia tergusur bandara, profesinya beralih menjadi petambak udang. Jika tambak kembali digusur, dia tidak punya pandangan profesi lain.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kulonprogo, Sudarna mengaku dilematis. Apalagi usaha tambak udang menjadi penggerak ekonomi. Namun perluasan kawasan tambak udang terbentur Perda RTRW.

“Salah satu solusi, petambak udang di Desa Glagah, Palihan, Sindutan dan Jangkaran direlokasi ke lahan kontrak karya pasir besi. Bisa juga direlokasi ke Banaran, Kecamatan Galur di lahan seluas 80 hektare. Namun masih terganjal RTRW,” kata Sudarna. (tom/iwa/mg3)