KULONPROGO – Penyesalan selalu datang belakangan. Seperti dialami sejoli ini. WL, 19, dan NA, 18. Kasus keduanya patut menjadi perhatian para remaja. Untuk menjauhi pergaulan bebas.
Alih-alih bisa menjalani ujian nasional (unas) di sekolah akhir Maret ini. Keduanya bisa dipastikan harus menjalani unas di balik jeruji penjara. Itu akibat perbuatan mereka sendiri. Mereka terancam pidana mati atau seumur hidup. Atau penjara selama-lamanya 20 tahun. Gara-garanya, keduanya telah melakukan praktik aborsi.
Kini kedua remaja asal Sentolo itu ditahan di sel prodeo Mapolres Kulonprogo. Pelajar kelas III salah satu SMK swasta di Kulonprogo itu ditahan untuk menjalani proses hukum lebih lanjut.
Keduanya dijerat pasal 80 ayat (3) dan ayat (4) jo pasal 76 C, subsider pasal 77 A jo pasal 45 A, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Subsider pasal 340, 346, dan 348 KUHP.
Di hadapan penyidik, NA mengaku khilaf karena telah menggugurkan kandungannya. Dari hasil hubungan terlarang dengan WL, yang dipacarinya selama beberapa tahun ini.
Janin berkelamin laki-laki diaborsi saat usia kehamilan tujuh bulan. Dia sudah tiga kali melakukan percobaan aborsi. Atas kesepakatan dengan WL. Berbagai cara dilakukan demi menggugurkan kandungan itu. Mereka mempelajarinya lewat media sosial. Mulai mengonsumsi nanas muda pada usia kehamilan tiga bulan. Gagal.
Keduanya lantas membeli obat penggugur kandungan di toko daring. Dua kali. seharga Rp 1 juta dan Rp 750 ribu. Obat itu dibeli secara patungan. Dengan uang pemberian orang tua mereka. Yang seharusnya untuk membayar SPP (sumbangan pembinaan pendidikan). Semua itu mereka lakukan lantaran putus asa dan kebingungan. Apalagi tak lama lagi harus menjalani unas.
Obat tersebut ternyata membuat NA sakit perut dan mual-mual. Dia lantas diantar ibunya memeriksakan diri di rumah sakit pada Rabu (20/2). Keesokan harinya NA melahirkan janin yang sudah tak bernyawa. Keduanya lantas menguburkan janin itu di areal pemakaman umum setempat.
“Kami merahasiakan kehamilan itu dari orang lain. Orang tua kami juga tidak tahu. Saya selalu mengenakan pakaian longgar untuk menyembunyikan perut yang terus membesar,” ungkap NA kemarin (5/3).
“Awalnya takut dan itu rasanya sakit. Sebenarnya saya ingin (melahirkan dan merawat bayi, Red). Tapi saya kepikiran masih sekolah,” sambungnya.
WL mengungkapkan hal senada. Semula tak ada niat menggugurkan kandungan. Tapi takut tak bisa ikut unas. “Saya menyesal. Saya tidak memaksa. Ini sudah kesepakatan berdua,” katanya.
Menurut WL, keputusan itu ditempuh lantaran NA berniat melanjutkan kerja setelah lulus SMK. Untuk membantu perekonomian orang tuanya.
Kapolsek Sentolo Kompol Kodrat mengungkapkan, penyelidikan kasus tersebut berawal adanya laporan warga pada Kamis (21/2).
Polisi segera bertindak. Mencari keterangan ke desa dan rumah sakit terkait. Tak lebih tiga jam penyelidikan polisi memastikan kebenaran kasus aborsi tersebut. Penyelidikan berlanjut. Jumat (22/2) polisi membongkar makam janin bayi malang itu. Proses pembongkaran makam disaksikan perangkat desa dan warga. “Hasilnya benar ada jasad bayi (di dalam makam, Red),” ujarnya kemarin.
Untuk pengembangan penyelidikan, polisi memeriksa beberapa saksi. Termasuk rohaniawan setempat. Yang turut mengetahui saat prosesi pemakaman bayi malang tersebut. Polisi juga mengamankan barang bukti. Di antaranya, 1 unit handphone Vivo warna rose gold, dua bekas bungkus obat aborsi isi 10 tablet dan 5 tablet. Seta dua lembar resi pengiriman obat online. Kapolsek menegaskan, motif kasus aborsi tersebut lantaran kedua tersangka malu dan belum siap berumah tangga.(tom/yog/mg4)