JOGJA – Pasal 27 Ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan tiap warga negara berhak atas pekerjaaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, Karena itu, pemerintah bertanggung jawab atas pemenuhan hak dari tiap warga negara.
Terkait amanat itu, dari sektor ketenagakerjaan, ada kelompok tenaga kerja yang memerlukan perhatian khusus. Antara lain tenaga kerja lansia, muda wanita dan penyandang disabilitas. Kelompok kerja ini, khususnya penyandang disabilitas kerap mengalami diskriminasi. Hambatan dan termarjinalkan.
“Akibatnya peluang serta aksesibilitas kesempatan kerja bagi mereka belum terpenuhi dengan baik,” ujar Ketua Komisi D DPRD DIY Koeswanto Selasa (12/3).
Dikatakan, dari sudut regulasi telah ada Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Juga Perda DIY Nomor 4 Tahun 2012 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas. Kedua regulasi itu mengatur kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas. Bagi pemerintah, pemerintah daerah, BUMN dan BUMD wajib memekerjakan penyandang disabilitas sejumlah 2 persen dari seluruh pegawai atau tenaga kerja yang ada. Sedangkan di perusahaan swasta sebanyak 1 persen. “Praktiknya masih banyak perusahaan yang belum memberikan kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas,” katanya.
Koeswanto mengatakan, saat ini tidak sedikit tenaga kerja penyandang disabilitas yang produktif dan memiliki keahlian tertentu. Mereka perlu diberdayakan karena masih mampu mandiri, sehat dan mampu membiayai dirinya. Selama 10 tahun terakhir, lanjut dia, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DIY memiliki kegiatan Pemberdayaan Penyandang Disabilitas. Tahun ini kegiatan itu dilaksanakan Juli 2019 selama enam hari.
Dari informasi yang diterimanya, kegiatan diikuti 30 orang penyandang disabilitas. Mereka terbagi menjadi enam kelompok. Setiap kelompok terdiri dari lima orang. Peserta pemberdayaan tahun ini merupakan penyandang disabilitas daksa. Mereka berasal dari Desa Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul, Desa Sumberagung, Jetis, Bantul dan Desa Argosari, Sedayu, Bantul.Selanjutnya, Desa Purwobinangun, Pakem Sleman, Desa Banyurejo, Tempel, Sleman dan Desa Wonokerto, Turi, Sleman.
Peserta akan mendapatkan pelatihan kewirausahaan pengolahan makanan. Baik teori maupun praktik. Antara lain motivasi usaha, perencanaan usaha dan pembukuan sederhana. Kemudian materi lain berupa inovasi produk serta pemasaran dari para instruktur serta praktisi. Dengan kegiatan itu diharapkan mendorong tumbuh dan berkembangnya jiwa kewirausahaan pada penyandang disabilitas. Itu agar menjadi unit ekonomi mandiri dan menciptakan lapangan kerja baru. Khususnya bagi para penyandang disabilitas. Untuk memberikan bekal ketrampilan dan pengetahuan kewirausahaan bagi tenaga kerja disabilitas untuk usaha mandiri dan mendapatkan penghasilan.
Koeswanto berharap, memberikan kesempatan kerja bagi para penyandang disabilitas. Juga menciptakan wirausaha baru yang dapay meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja penyandang disabilitas beserta keluarganya. Sekaligus dapat mengurangi angka pengangguran. “Khususnya penyandang disabilitas,” lanjut dia. Diakui, selama ini penyandang disabilitas menghadapi masalah seperti terbatasnya akses informasi pasar kerja, keterbatasan memperoleh pekerjaan, kurangnya keterampilan memasuki dunia kerja dan terbatasnya lowongan yang tersedia.(*/kus/by/mg4)