JOGJA – Kasus kekurangan gizi masih menjadi pekerjaan rumah bagi Dinas Kesehatan DIJ. Dalam laporan hingga awal 2019, setidaknya terdapat 219 kasus gizi buruk di seluruh DIJ. Dari 219 kasus tersebut, jumlah gizi buruk untuk balita berjenis kelamin laki-laki 118 dan perempuan 101.

Sementara itu, kasus terbanyak untuk gizi buruk justru ditemukan di Kota Jogja. Hal itupun diakui disebabkan oleh beberapa hal. Di antaranya yakni penyakit jantung bawaan, berat badan lahir rendah (BBLR), hingga penyakit primer kompleks tuberkulosis (PKTB/TBC). Selain itu juga penyakit infeksi lainnya seperti batuk, pilek, dan diare berulang.

Kepala Dinas Kesehatan DIJ Pembajun Setyaningastutie mengungkapkan, penyebab lain dari gizi buruk yakni pola asuh anak yang minim. Meliputi pemantauan pertumbuhan dan pelayanan kesehatan anak.”Lingkungan kumuh juga punya dampak signifikan terhadap munculnya kasus gizi buruk,” ujarnya kepada Radar Jogja Kamis (14/3).

Tak hanya itu, stunting yakni kondisi di mana bayi atau anak-anak mengalami hambatan pertumbuhan tubuh, juga termasuk kondisi gizi buruk. Di samping berat badan rendah dan kurus. Anak-anak atau balita yang tumbuh di keluarga miskin juga memiliki kecenderungan gizi buruk. Kendati demikian, data yang telah dirangkum hingga awal 2019, diakui Pembajun jumlah kasusnya mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. Terkait persentase, dia belum bisa mengungkapkan besaran pastinya.

Ada pun kasus balita gizi buruk yang terdapat di Kabupaten Kulonprogo 54 anak, Bantul 36, Gunungkidul 26, dan Sleman 23. Sementara Kota Jogja menempati kasus terbanyak yakni 80. “Dari jumlah kasus tersebut, hampir 100 persen telah mendapat perawatan di Puskesmas,’’ ungkap Pembajun. Pengamat gizi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Dr dr Rustamadji MKes mengatakan, jumlah kasus gizi buruk di Jogjakarta dipengaruhi oleh beberapa hal. “Yang paling banyak ditemukan pastinya karena kekurangan nutrisi, faktornya beragam,” tuturnya.

Dia menyebutkan, kondisi ekonomi menjadi salah satu faktor penyebab. Selain itu minimnya pengetahuan pengasuhan anak dari orangtua juga berdampak pada munculnya kasus gizi buruk. Oleh sebab itu dia pun menyarankan agar orangtua mampu menyiasati kebutuhan gizi anak. Meski kondisi perekonomian minim. Selain itu perlunya peran dan kerja sama pemerintah daerah setempat dan dinas-dinas terkait juga penting untuk mengurangi kasus gizi buruk. (cr9/din/mg4)