GUNUNGKIDUL – Belasan anak di bawah umur ramai-ramai mengajukan permohonan dispensasi nikah ke Pengadilan Agama (PA) Wonosari. Sebagian besar mereka membina rumah tangga karena hamil duluan.

Selain itu, anak-anak nikah dini lantaran putus sekolah pada tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP). Namun juga ada juga kasus dimana masih menyandang status sebagai pelajar namun juga minta dispensasi nikah karena berbadan dua. “Rata-rata akibat hamil duluan,” kata Humas Pengadilan Agama Wonisari Barwanto saat dihubungi Senin(8/4).

Tahun sebelumnya, kasus seperti ini tercatat ada 79 pasangan. Dari jumlah itu, yang diberikan surat dispensasi ada 77 pasangan. Tentu data nikah dini tahun ini menyita perhatian. Sebab, baru empat bulan berjalan tercatat belasan permohonan dispensasi.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana, Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (P3AKBPD) Gunungkidul Sudjoko mengaku terus berupaya melakukan sosialisasi terkait dengan pencegahan pernikahan dini. “Kemudian di tingkat masyarakat diikuti dengan deklarasi pencegahan pernikahan usia dini,” kata Sujoko.

Dia menjelaskan, rata-rata dispensasi nikah diajukan oleh pria berumur di bawah 19 tahun, dan untuk wanita berumur di bawah 16 tahun. Terkait dengan persoalan tersebut pihaknya bekerja sama sengan beberapa elemen masyarakat untuk berkomitmen meningkatkan penyadaran, sekaligus mendukung terwujudnya Kabupaten Layak Anak (KLA).

Di bagian lain, program Development Officer Rifka Annisa Defirentia One mengatakan, faktor terbanyak yang mendorong orang tua/keluarga dari anak-anak yang mengajukan dispensasi kawin ke pengadilan agama adalah karena hamil di luar nikah. “Mereka khawatir bila tidak dinikahkan anak yang dilahirkan di kemudian hari tidak memiliki status siapa ayahnya,” kata One.

Kebanyakan masyarakat ketika menghadapi kasus-kasus kehamilan di luar nikah cenderung reaktif seperti menyalahkan anak, menganggap telah mencoreng nama baik sekolah, bukan anak baik-baik dan lain sebagainya. Seakan masalah yang terjadi disebabkan karena masalah moralitas anak-anak.

Padahal kalau dilihat secara lebih objektif, anak-anak yang mengalami kehamilan tidak diinginkan disebabkan banyak faktor. Di antaranya, kurangnya perhatian dan kasih sayang orang tua, pengaruh pergaulan, pengaruh gadget.
Lalu kurangnya pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah, minimnya fasilitas berkegiatan secara positif bagi anak-anak remaja.”Kegiatan keagamaan yang menyasar kelompok remaja juga sedikit,” ujarnya. (gun/din/mg3)