JOGJA- Tim penasihat hukum Suwarsi dan kawan-kawan (dkk) memohon kepada majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jogja membebaskan kliennya dari segala tuntutan hukum atas tuduhan penggelapan asal usul sebagaimana diatur dalam pasal 277 ayat (1) jo pasal 55 KUHPidana.
Suwarsi bersama tujuh orang keturunan Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Pembayun alias Waluyo alias Sekar Kedhaton, putri Susuhunan Paku Buwono X dengan Gusti Raden Ajeng (GRAj) Moersoedarinah atau GKR Emas dituntut jaksa penuntut umum (JPU) hukuman antara 1,5 tahun hingga 2 tahun.
Sebelum diajukan ke persidangan, Suwarsi dkk dilaporkan KGPAA Paku Alam X melalui Penghageng Kawedanan Keprajan Pakualaman KPH Bayudono Suryoadinegoro dilaporkan ke Polda DIJ. Tuduhannya telah menggunakan surat palsu dari Kecamatan Temon saat menggugat Paku Alam X dalam sengketa tanah bandara Kulonprogo di PN Jogja.
Di persidangan, dakwaan terhadap Suwarsi dkk bukan lagi penggunaan surat keterangan dari Camat Temon. Tapi, bergeser menggelapkan asal usul keluarga. Khususnya terhadap keluarga Munier Tjakraningrat yang juga mengklaim keturunan Pembayun. Namun selama sidang terungkap, bukti-bukti Munier rupanya hanya fotokopi.
“Tidak ada yang asli yang menguatkan Munier keturunan Pembayun sebagai anak dari Paku Buwono X dan GKR Emas,” beber Bambang Hadi Supriyanto SH, koordinator tim penasihat hukum Suwarsi dkk di PN Jogja, Jumat(12/4).
Tiadanya bukti asli itu diangkat Bambang dalam pledoi (pembelaan). Judulnya, “Dapatkah Akta Otentik Dikalahkan oleh Surat Fotokopi,”. Sebab, bukti yang dikantongi Munier itu berbanding terbalik dengan bukti-bukti kliennya. Suwarsi sebagai anak Pembayun dibuktikan dengan surat nazab nomor 127/D/III dari Raad Igama Surakarta atau Pengadilan Agama Surakarta 12 September 1943.
Di nazab itu, tertulis Pembayun merupakan anak Malikoel Kusno, nama kecil Paku Buwono X dengan GRAj Moersoedarinah yang nantinya bergelar GKR Emas. Pembayun menikah dengan RM Wugu Harjo Sutirto dari Madura. Dari perkawinan itu lahir Gusti Raden Ayu (GRAy) Koessoewarsiyah alias Suwarsi.
Keaslian nazab itu dikuatkan keterangan ahli Wildan Suyudi Mustofa. Mantan ketua Pengadilan Tinggi Jawa Tengah itu menegaskan, vonnis Raad Igama Surakarta Nomor 127/D/III Tahun 1943 adalah benar. Di depan sidang Wildan mengatakan, sering melihat dokumen seperti itu di Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI. Di pihak lain, Munier Tjakraningrat yang mengklaim keturunan Pembayun alias Kustiyah baru mendapatkan pengakuan pada 2018. Munier lahir dari perkawinan Pembayun dengan Sis Tjakraningrat yang juga dari Madura.
Selain pledoi tertulis, terdakwa VIII Ida Ayuningtyas mengajukan pledoi secara lisan. Dia memohon putusan yang seadil-adilnya dari majelis hakim yang diketuai Asep Permana SH. “Mohon keadilan yang seadil-adilnya. Mohon diadili dengan tulus, bukan dengan fulus,” ucap Ida.
Sedangkan Arkan Cikwan SH, penasihat hukum lainnya menolak tuduhan JPU yang menyebutkan Suwarsi dkk menggelapkan asal usul. Sebab saat itu Suwarsi masih berusia setahun dan terdakwa dua hingga delapan belum lahir. “Bukti yang dimiliki para terdakwa otentik,” katanya.
Bukti-bukti yang diajukan JPU ditemukan penyidik di Surakarta. Karena itu, kalaupun diajukan ke persidangan seharusnya di PN Surakarta. “PN Jogja tidak punya kewenangan,” katanya. (kus/ila)