DALAM dunia pewayangan ada tokoh yang amat terkenal namanya Durna. Waktu mudanya dikenal dengan nama Bambang Kumbayana merupakan figur guru yang memiliki banyak murid.

Durna bukan hanya sekedar sosok guru. Putera resi Baratmadya dan Dewi Kumbayani juga merupakan sosok intelektual yang selalu dimintai pendapatnya mengenai kebijakan yang harus diambil raja untuk mengelola kerajaan.  Keahlihannya  yang mumpuni terutama berkaitan dengan strategi perang, membikin fatwa-fatwanya selalu dinanti oleh para pengikutnya.

Tetapi sayang kesaktian, kecakapan, dan keterampilan mengatur strategi peperangan tidak menjadi pisau tajam untuk kemaslahatan bersama. Siasat perang yang digunakan lebih mengedepankan pada politik praktis. Siasat perang yang dijalankan untuk mengalahkan musuh-musuh yang dianggap menghalangi tujuan menggapai singgasana kekuasaan.

Maka sebenarnya langkah-langkah tak bermoral yang dilakukan oleh Durna telah menanggalkan perannya sebagai akademisi dan intelektual. Durna sudah tak lagi menjadi guru yang baik. Ini  karena produk pemikiran, petuah-petuah, dan  ajaran yang diberikan oleh Durna mengandung tipu daya.

Kondisi nurani yang sudah teracuni dengan virus.Tak mengindahkan etika kejujuran dan keadilan.  Maka bisa dipahami kalau Durna lebih merapat kepada kelompok Kurawa. Durna dan kelompok Kurawa memiliki passion yang sama. Kelompok Kurawa menikmati konspirasi dengan Durna karena lebih suka dengan taktik culas.

Kurawa digambarkan sebagai kelompok yang tak mau kerja keras, ingin meraih keberhasilan dengan jalan pintas, dan cara apa saja bisa dilakukan asal bisa meraih kemenangan. Menghalalkan segala cara. Kecurangan demi kecurangan terus boleh dilakukan asal tujuannya tercapai.

Siasat yang dipetuahkan oleh Durna merupakan gagasan licik yang eksekusinya dijalankan oleh kelompok Kurawa. Kolaborasi antara Durna dengan kelompok Kurawa menjadi satu kekuatan besar melawan Pandawa.

Kelompok Pandawa diilustrasikan sebagai kelompok idealis. Kelompok Pandawa merupakan komunitas yang didalamnya berisi barisan satria sejati. Mereka adalah prajurit yang tangguh menghadapi musuhnya. Meski diterpa badai siasat buruk tak akan terpengaruh. Kelompok Pandawa selalu berada pada garis lurus. Selalu mengacu pada aturan main. Tak akan keluar jalur. Meski musuh sudah bikin tipu muslihat dan penuh kecurangan.

Kelompok Pandawa juga tahan terhadap terpaan penderitaan. Mereka terdepak dari tanahnya sendiri. Sesungguhnya kelompok Pandawa ingin mendapatkan hak-haknya kembali yang sudah dirampas oleh kelompok Kurawa. Namun kelompok Kurawa tak mau peduli. Mereka tetap berupaya mempertahankan kekuasaannya. Durna selalu memprovokasi untuk tetap membela diri. Meski tahu kelompok Kurawa sudah salah arah.

Semoga cerita itu sekedar reportoar dalam kisah pewayangan. Tak hadir dalam realitas. Apalagi dalam situasi terkini. Situasi perebutan kursi presiden dan wakil presiden yang semakin memanas. Masing-masing pihak mengaku memperoleh kemenangan. Masing-masing pihak mengaku paling benar.

Setidaknya perang sudah dikobarkan melalui media sosial. Pertarungan sesungguhnya sudah berlangsung seru di facebook, instagram, twiter, media online atau perangkat media sosial yang lain. Perang opini meneguhkan eskalasi konflik laten sudah terjadi.

Semoga dalam situasi itu tak akan hadir the new durna di era kekinian karena akan membuat situasi semakin runyam. Semoga juga tak ada lagi kelompok Kurawa yang berupaya melakukan kecurangan secara masif dan terstruktur untuk menghancurkan kebenaran dan keadilan bagi kelompok pemenang. Kalau ini terjadi tentu yang dikhianati adalah suara rakyat. Dampak yang paling berbahaya terjadi ketidakpuasan dari rakyat. Pelampiasannya bisa dialirkan melalui demokrasi jalanan. People power.

Semoga yang hadir dalam realitas adalah maha guru yang benar-benar memiliki mata batin untuk memberikan pencerahan pada peradaban. Maha guru dengan mengacu pada pondasi kebenaran. Dirinyamampu menunjukkan kisah sesungguhnya. Sosok yang berhak memimpin negeri ini,karena diinginkan oleh rakyat. Rakyat memang memberi mandat melalui pemilihan umum yang benar-benar demokratis.

Dan para aktor yang bermain dalam arena perebutan kekuasaan pun mampu mendengarkan saran yang mengandung kebenaran. Mampu menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan dan kejujuran. Kalau sudah tau kalah jangan berbuat curang. Mereka seharusnya bisa menjadi petarung sejati, berani dan siap mengakui kekalahan. Semua pihak bisa menerima kekalahan dengan lapang dada. Sehingga tetap tumbuh situasi damai. Semoga….!!!