DENPASAR – Komitmen bebas malaria paling lambat 2022 ditandatangani tujuh gubernur se-Jawa dan Bali. Penandatanganan dilakukan bertepatan dengan peringatan Hari Malaria Sedunia (HMS) ke-12 di Desa Budaya Kertalangu, Denpasar, Bali, Senin (13/5).
Tujuh gubernur itu adalah Gubernur Bali Wayan Koster, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Kemudian Wakil Gubernur DIY Paku Alam X, Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Dardak serta perwakilan dari Pemprov Banten.
Komitmen eliminiasi malaria itu dibacakan gubernur Bali. Isinya terdiri atas empat hal. Pertama, mencapai bebas malaria paling lambat 2022. Kedua, membuat regulasi daerah tentang pencapaian eliminasi dan pemeliharaan daerah bebas malaria.
Ketiga, mengalokasikan anggaran kegiatan mempertahankan daerah bebas malaria guna mencegah penularan kembali malaria. Sekaligus kesiapsiagaan keadaan luar biasa (KLB).
Keempat, penguatan komitmen pemangku kepentingan mendukung upaya pemeliharaan bebas malaria. Terdiri atas penguatan surveilans malaria, penguatan diagnosa dini malaria, dan mengobati dengan tepat. Serta penguatan kemandirian masyarakat dalam mencegah munculnya kasus baru malaria. Ditambah penguatan jejaring kemitraan dalam pencegahan malaria.
Dalam acara itu, Menteri Kesehatan Nila Moeloek memberikan sertifikat kepada 11 kabupaten dan kota yang dinilai berhasil mencapai eliminasi malaria. Provinsi DIY ikut mendapatkan penghargaan yang diterima Wakil Gubernur DIY Paku Alam X.
Penghargaan itu tak lepas dari keberhasilan DIY. Tercatat, empat dari lima kabupaten dan kota se-DIY telah mendapatkan sertifikat eliminasi malaria sejak 2014. Empat daerah itu meliputi Kabupaten Bantul, Gunungkidul, Kabupaten Sleman, serta Kota Yogyakarta. Sedangkan Kulonprogo menjadi satu-satunya kabupaten endemis yang belum menerima sertifikat eliminasi malaria.
“Berdasarkan kesepakatan nasional, Kulonprogo masuk regional Jawa-Bali. maksimal mencapai eliminasi malaria pada 2022,” ujar Paku Alam X.
Berdasarkan itu, lanjut wakil gubernur, mencapai eliminasi malaria menjadi tantangan tersendiri. Dibutuhkan satu kampanye global yang secara aktif dapat menggebrak seluruh provinsi, kabupaten dan kota se-Indonesia. “Secara bersama-sama berkomitmen penuh dalam pemberantasan malaria,” tegasnya.
Peringatan HMS ke-12 ini bertema Bebas Malaria Dimulai dengan Saya. Tema itu diharapkan dapat menurunkan kasus malaria dengan meningkatkan kesadaran masyarakat. Sekaligus memberikan pemahaman tentang penyakit malaria.
Nila Moeloek mengakui bukan perkara mudah memberantas malaria 100 persen di tengah penduduk yang besar dan kondisi geografis Indonesia. Dari 34 provinsi, ada lima daerah yang belum satupun kabupaten dan kotanya mencapai status eliminasi malaria. Lima daerah itu meliputi Provinsi Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara dan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
“Malaria sangat mengganggu kesehatan dan bisa berakibat kematian. Menghambat tumbuh kembang anak,” katanya. Kondisi itu mengganggu aktivitas anak dan menyebabkan anemia kronis. “Sehingga menjadi sumber daya manusia yang tidak berdaya saing,” tambahnya di acara yang juga dihadiri Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo.
Masih dalam rangkaian HMS ke-12 itu digelar seminar pelibatan lintas sektor dalam percepatan eliminasi malaria regional Jawa Bali. Kepala Dinas Kesehatan DIY Pembajun Setyaningastutie ikut tampil menjadi salah satu narasumber.
Dikatakan, DIY melakukan pendekatan percepatan eliminasi malaria. Bentuknya melalui inovasi pengendalian sesuai kearifan lokal spesifik. “Kami belajar dari pengalaman keberhasilan dengan melakukan analisis kritis terhadap situasi permasalahan malaria DIY,” kata Pembajun. (kus/zam/rg)