BANTUL – Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Pandawa mengajukan gugatan pra peradilan kepada Polres Bantul. Ini dilakukan sebagai buntut penetapan tersangka kliennya bernama Sutoto Hermawan,49. Sutoto Hermawan diketahui berprofesi sebagai kontraktor.

Direktur LKBH Pandawa Thomas Nur Ana Edi Dharma menilai, penetapan tersangka kliennya adalah hal yang kurang tepat. Thomas mengatakan, perkara yang sedang dijalani kliennya ini adalah perkara perdata. Namun secara tiba-tiba dipidanakan oleh pihak kepolisian.

Menurut Thomas, kronologi awal perkara tersebut adalah ketika kliennya pada 29 Maret 2018 lalu, dikontrak oleh seseorang bernama Rita Dwi Prasetyaningsih untuk membuat bangunan berlantai dua di Kaligondang, Sumbermulyo, Bambanglipuro, Bantul. Dengan kesepakatan nominal yang disepakati Rp 600 juta yang disaksikan notaris Tri Wahyuni.

Dari jumlah itu, pembayaran awal Rp 300 juta. Namun, oleh Rita baru disanggupi Rp 220 juta. Dan setelah seminggu pembangunan berjalan tiba-tiba ada pembatalan sepihak oleh pengontrak dan meminta pengembalian dana.

Dijelaskan Thomas, sesuai dengan perjanjian perdata, jika pengontrak membatalkan pembangunan, akan dipotong pinalti 5 persen dari total jumlah nominal kesepakatan, yaitu Rp 30 juta, serta dipotong karena adanya pembelian matrial Rp 40 juta.

“Sehingga dalam versi akta real, Rita seharusnya menerima Rp 150 juta. Namun pengontrak menolak, dan malah minta kompensasi. Sehingga klien kami diminta untuk membayar Rp 330 juta. Ini sudah salah penafsiran akta,” ungkap dia saat menghadiri sidang perdana praperadilan di Pengadilan Negeri Bantul, Senin (13/5).

Atas kasus tersebut kemudian pihaknya mengajukan gugatan perdata pada 15 April  untuk bisa diproses oleh Pengadilan Negeri Bantul. Namun, dikatakan Thomas seminggu setelah gugatan perdata yaitu 22 April, kliennya tiba-tiba ditetapkan tersangka oleh Polres Bantul atas kasus penggelapan atau penipuan yang dilaporkan oleh Rita.

Menurut Thomas, dalam perkara ini ada tiga hal yang diangkat. Pertama yang terjadi adalah murni perkara perdata yang timbul dari akta keperdataan. Kedua, perkara ini juga sudah diperiksa di Pengadilan Negeri Bantul secara perdata dengan Nomor Perkara 33/PDTG/2019 tertanggal 15 april. “Selain itu nominal yang dituduhkan (kasus penggelapan) tidak sesuai. Kami ada bukti transfer yaitu Rp 220 juta. Bukan Rp 330 juta,” tegasnya.

Atas kasus itu, Thomas menilai penetapan tersangka oleh Polres Bantul kepada kliennya juga terkesan prematur. Dia menilai penetapan tersangka seharusnya menunggu setelah adanya keputusan dari sidang perdata. Kalau keputusan sidang perdata diingkari oleh pihak yang kalah, maka itu baru bisa ditetapkan pidana. “Maka dari itu kami gugat pihak Polres Bantul atas penetapan tersangka ini, “ujar dia.

Namun hingga siang kemarin belum ada putusan atas sidang perdana praperadilan ini. Hal itu dikarenakan adanya penundaan sidang praperadilan. Hakim pengadilan negeri Bantul memutuskan sidang akan kembali digelar 20 Mei, dikarenakan termohon yang dalam hal ini Polres Bantul tidak menghadiri sidang hingga pukul 14.00. Padahal, jadwal sidang tertulis pukul 09.00.

Dikonfitmasi, Kasat Reskrim Polres Bantul AKBP Rudy Prabowo mengakui, terkait proses pra peradilan ini, pihaknya sudah meminta bantuan kepada Bidang Hukum (Bidhum) Polda DIJ. Rudy juga mengatakan, terkait proses dan teknis pengadilan nantinya juga akan dilakukan Bidang Hukum (Bidhum) Polda DIJ. Dia juga mengaku siap mengahadapi jalannya proses dan keputusan pra peradilan. “Kami sudah siap. Karena yang akan menjalankan adalah Bidhum Polda. Saat ini kami juga sedang menyiapkan materi untuk gugatan praperadilan,” ujarnya.

Dia juga menegaskan, penetapan tersangka Sutoto ini, juga sudah melalaui proses penyelidikan. Hal itu setelah adanya laporan masuk dari korban bernama Rita atas kasus penggelapan uang. (cr5/din/zl)