JOGJA – Proses pembentukan peraturan perundang-undangan banyak menimbulkan persoalan. Kondisi itu ditengarai karena kurang baiknya tahapan perencanaan. Wakil Ketua DPRD DIY Rany Widayati mengungkapkan sejumlah contoh terjadi di Pemda DIY.
Antara lain Raperda Wanadesa tidak dilanjutkan ke proses pembahasan. Padahal sudah masuk program pembentukan peraturan daerah (propemperda). Gara-garanya materi muatannya dianggap cukup diatur dalam peraturan gubernur (pergub).
“Kemudian Raperda Bantuan Hukum yang sudah masuk Propemperda kemudian ditarik tanpa alasan yang jelas,” ungkap Rany saat memberikan penjelasan di depan rapat paripurna dewan yang dihadiri Gubernur DIY Hamengku Buwono X dan jajaran pejabat Pemda DIY kemarin (27/5).
Keadaan serupa juga terjadi di DPRD DIY. Ada beberapa raperda yang sudah disusun tidak dilanjutkan ke proses pembahasan. Misalnya Raperda tentang Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), Raperda tentang Pemerintahan Desa dan Kelurahan dan Raperda tentang Pelaksanaan Fungsi Pengawasan DPRD.
Selain masalah itu, Rany mencatat ada masalah lain yang nyaris setiap tahun selalu terulang. Yakni target pembahasan raperda yang sudah ditetapkan dalam propemperda tidak tercapai sehingga dilakukan perubahan propemperda.
“Penyebab utama tidak tercapainya target karena banyaknya judul raperda baru disusun naskah akademik dan drafnya di tahun berjalan. Praktis banyak raperda yang akan dibahas ternyata belum siap,” beber Rany.
Menyikapi itu, dewan sengaja mengajukan Raperda Tata Cara Penyusunan Rencana Pembentukan Peraturan Daerah dan/atau Peraturan Daerah Istimewa sebagai inisiatif DPRD DIY. “Pengajuan itu secara substansi mencoba menciptakan terobosan dalam rangka mengatasi masalah pembentukan peraturan daerah,” tegasnya.
Sejumlah terobosan itu meliputi perencanaan pembentukan peraturan daerah bersifat jangka panjang lima tahun sebagai rencana pembentukan peraturan daerah dan/atau peraturan daerah istimewa. Hal sama juga terjadi di pusat. Ada program legislasi nasional yang bersifat lima tahun dan program legislasi nasional prioritas tahunan.
Dengan adanya mekanisme itu, terang Rany, semua naskah akademik dan raperda yang akan masuk dalam program pembentukan peraturan daerah dan/atau peraturan daerah istimewa tahunan sudah ditetapkan di tahun sebelumnya. Harapanya saat sudah masuk menjadi target pembahasan benar-benar siap naskah akademik dan raperdanya.
“Ketentuan ini agar perencanaan pembangunan hukum juga sejalan dengan rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD),” tegasnya.
Terkait itu, Rany berpesan ada peran penting Biro Hukum Setda DIY dan Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD DIY. Yakni sejak pengusulan judul raperda harus sudah dicermati apakah layak diteruskan ke proses penyusunan naskah akademik. Raperda juga harus memperhatikan peraturan yang lebih tinggi, otonomi daerah dan tugas pembantuan, RPJMD, RPJPD dan aspirasi masyarakat.
Rany berharap Pemda DIY mendukung pengajuan raperda inisiatif tersebut. Nantinya diharapkan raperda itu menghasilkan pedoman yang pasti, baku, standar dan sistematis serta terencana.
“Sehingga mewujudkan kepastian hukum dalam perencanaan pembentukan peraturan daerah dan pembangunan hukum yang berkesinambungan,” harap Rany di depan paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPRD DIY Dharma Setiawan.
Di samping mendengarkan penjelasan DPRD DIY, paripurna juga mengagendakan pidato penghantaran Gubernur DIY Hamengku Buwono X. Dalam kesempatan itu, gubernur menyampaikan penghantaran Raperda tentang Rencana Pembangunan Perumahan dan Kawasan Permukiman (RPPKP) DIY Tahun 2019-2039 dan Raperda tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). (kus/zl)