JOGJA – Hukuman bagi peracik minumah beralkohol (mihol) oplosan terbukti tak membuat jera pembuatnya. Yang terbaru, unit Reskrim Polsek Mergangsan justru menemukan lokasi peracikan lapen. Pelakunya sebelumnya juga pernah tertangkap karena kasus yang sama.
Lokasi peracikan mihol oplosan tersebut berada di gedung tua, eks Kantor Bank Harapan Santosa di Jalan Kolonel Sugiyono Mergangsan. Kapolsek Mergangsan Kompol Tri Wiratmo menyebut lokasi peracikan mihol oplosan itu diketahui berawal dari laporan gangguan masyarakat.
Dia tak menyangka gedung kosong tersebut menjadi pabrik lapen. Aksi terselubung tersebut terbongkar saat timnya melakukan penyisiran. Dari temuan ini polisi berhasil menyita 17 plastik lapen dan jerigen berisi alkohol 100 persen. Tak hanya barang bukti, polisi juga berhasil mengamankan pelaku, Giyanto.
“Informasi awal tempat itu sering buat nongkrong dan menimbulkan keresahan. Saat didatangi oleh Unit Sabhara dan Reskrim si pelaku malah lagi ngracik. Tepatnya di basement yang dulu untuk parkiran,” jelasnya ditemui di Mapolsek Mergangsan Selasa (2/7).
Perwira menengah satu melati ini menyayangkan tingkah laku Giyanto. Terlebih bukan kali ini saja pria sepuh tersebut tersandung kasus yang sama. Kepada polisi, Giyanto mengaku pernah terciduk di kawasan Pajeksan Gondomanan. “Pemain lama dulu pernah diproses dengan kasus yang sama di Pajeksan,” ungkapnya.
Untuk menyamarkan aksi, Giyanto berprofesi sebagai pedagang angkringan dan tambal ban. Lokasi usaha samaran ini berada di depan bekas gedung BHS. Dia baru melayani pembeli apabila ada pesanan dengan kode khusus. “Jadi tidak dijual asal, hanya (konsumen) tertentu yang kenal saja yang dilayani. Biasanya pembelinya remaja hingga tukang becak,” ujarnya.
Panit 1 Reskrim Aiptu Hariyanto memastikan racikan mihol tersebut berbahaya. Komposisinya terdiri dari satu liter alkohol 100 persen, air mineral enam liter, perasan mocca dan gula sakarin. Racikan illegal ini menghasilkan 17 bungkus plastik lapen isi 300 mililiter.
Lapen tersebut dijual dengan harga Rp 5 ribu per bungkusnya. Alkohol murni, lanjut Hariyanto, didapatkan dari toko kimia di Ngampilan. Guna mengelabuhi penjual, tersangka berdalih penggunaan alkohol untuk urut.
“Dari pengakuam pelaku, perbandingan racikan tersebut menghasilkan 30 bungkus. Tapi yang kami temukan hanya 17 bungkus. Masih kami dalami darimana pelaku belajar meracik,” jelasnya.
Dia mewanti-wanti bahaya dari konsumsi lapen. Paling utama adalah rusaknya organ tubuh manusia. Kerusakan paling minimal adalah terbakarnya organ dalam. Paling vatal hingga menyebabkan nyawa peminumnya meninggal dunia.
Terkait pelaku penjual mihol oplosan kambuhan, Kadiv Humas Jogja Police Watch Baharudin Kamba mengatakan, untuk memberikan efek jera selain menggalakan razia, dia menyarankan ancaman pidana penjara dimaksimalkan. Peracik dan penjual mihol ilegal bisa dijerat dengan Perda DIJ nomor 12 Tahun 2015 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol dan Pelarangan Minuman Oplosan. Yang denda maksimal bisa mencapai Rp 50 juta.
Dia juga menyarankan ada aksi bersama masyarakat. Termasuk dengan memberikan sanksi socsial. Baik pada peminumnya maupun penjualnya. “Misal tidak mendapatkan bantuan sosial dari pemerintah,” usulnya. (dwi/pra/by)