GUNUNGKIDUL – Menuntaskan penanganan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) tidak mudah. Dinas Sosial (Dinsos) Gunungkidul mengaku menemui sejumlah kendala. Salah satunya, proses evakuasi penderita ke rumah sakit harus antre.
Kemudian dukungan pro aktif dari pihak keluarga untuk kesembuhan pasien masih minim. Anggapan persoalan ODGJ sebagai aib keluarga masih melekat. Tidak hanya itu, memastikan tahun ini bebas pasung sepertinya masih dianggap mustahil. Sampai kini Gununungkidul menempati rangking pertama jumlah penderita ODGJ.
Seksi Bina Rehabilitasi Sosial Dinsos Gunungjkidul Winarto membenarkan, penanganan terhadap ODGJ bukan perkara gampang. Estafet menuju kesembuhan pasien membutuhkan waktu dan dukungan berbagai pihak.
“Setelah mendapatkan penanganan dari dokter, ketika pulang harus ada tindakan lanjutan. Penanganan pascaperawatan ini jadi masalah baru,” kata Winarto saat dihubungi kemarin (8/7).
Menurutnya, jika dirunut dari status ekonomi tidak semua kasus memiliki latar belakang minus ekonomi. Bahkan dari kalangan menengah ke atas juga ada. Kedua hal itu ibarat koin mata uang. Kalangan fakir kesulitan membeli obat, sementara dari keluarga berduit memilih tiarap karena status sosial.
“Jadi sulit rasanya untuk memastikan sudah tidak ada lagi kasus ODG dipasung di Gunungkidul. Dikunci dalam kamar, diikat dengan rantai itu juga masuk kategori pasung,” bebernya.
Dikatakan, penanganan pascapengobatan butuh ketelatenan. Perawatan dilakukan secara rutin, terutama pada saat minum obat. Lingkungan juga memiliki andil besar dalam membantu proses penyembuhan. “Tapi ya itu tadi, penderita ODGJ harus minum obat secara terus menerus,” ucapnya.
Dia mencontohkan kasus ODGJ di wilayah Kecamatan Nglipar. Tanda-tanda kesembuhan nyata karena yang bersangkutan sudah mulai bersosialisasi. “Tentu ini perkembangan bagus,” ujarnya.
Dikatakan, berdasarkan data terbaru sekarang ada 21 ODGJ di Gunungkidul. Tersebar di Kecamatan Panggang, Playen, Nglipar, Saptosari, Rongkop, Karangmojo, Patuk dan Kecamatan Wonosari. “Tahun ini kami dijatah Dinsos DIJ mengevakuasi empat penderita,” ungkapnya.
Sementara itu, Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) Kecamatan Saptosari Sadilem mengaku sedang memonitor empat kasus ODGJ dalam pasungan. Data angka itu bisa saja tidak sesuai kondisi riil di lapangan. “Ada keluarga yang menyembunyikan kasus pasung,” katanya.
Dia menyampaikan penanganan pascapengobatan menjadi kendala tersendiri. Oleh sebab itu kemarin pihaknya mendatangi kantor Dinsos Gunungkidul untuk menanyakan persoalan biaya beli obat pasien. “Jika datang dari keluarga kurang mampu, harus ada surat rekomendasi dari pihak terkait. Nanti obat diberi gratis,” ujarnya. (gun/laz/er)