BANTUL – DINAS Pertanian Pangan Kelautan dan Perikanan (Disperpautkan) Bantul mengklaim telah berupaya meminimalisasi angka gagal panen. Salah satu caranya dengan menekankan pentingnya rekayasa pola tanam. Terutama kepada petani yang memiliki lahan di tadah hujan.
”Tapi, belum semua petani menerapkannya,” keluh Us Fatul Luthfina, penyuluh pertanian di wilayah Desa Argodadi Senin (15/7).
Rekayasa pola tanam, dia menegaskan, sebenarnya berfungsi untuk membantu petani. Agar petani tak salah menanam. Di Pedukuhan Cawan, contohnya. Petani seharusnya menerapkan pola padi-palawija-palawija. Lantaran Pedukuhan Cawan yang berada di hilir jauh dari sumber mata air. Toh, pola tanam ini telah disesuaikan dengan prakiraan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Namun, petani tetap ngotot menanam padi di musim tanam kedua.
”Musim tanam kedua seharusnya sudah beralih palawija,” tuturnya.
Menurutnya, sebagian petani di Desa Argodadi belum mematuhi pola tanam. Padahal, lahan pertanian mereka dikategorikan sulit air.
”Kekeringan juga sebagai pemicu,” tambahnya.
Kartiyo, pengurus Kelompok Tani Bulak Cawan tak menampik perihal pentingnya rekayasa pola tanam. Kendati begitu, petani di Bulak Cawan tetap memilih padi pada musim tanam kedua. Alasannya, gabah memiliki daya penyimpanan lebih lama dibanding palawija.
”Kalau palawija begitu panen harus segera terjual. Kalau nggak, ya, dimakan bubuk,” ungkapnya.
Apalagi, mayoritas petani di Bulak Cawan memanfaatkan hasil panen untuk memenuhi kebutuhan konsumsi sehari-hari. Mereka tidak pernah menjualnya langsung. (cr6/zam/zl)