WILAYAH Kabupaten Sleman berubah menjadi hutan reklame. Hal ini telah lama menjadi sorotan wakil rakyat di parlemen Sleman. Apalagi diketahui banyak reklame ilegal. Atau reklame berizin yang sudah habis masa berlakunya, namun tidak dibongkar.
Prihatin dengan kondisi itu, dewan menginisiasi regulasi penyelenggaraan reklame. Agar keberadaan reklame di Sleman tak makin semerawut dan mengganggu estetika wilayah.
Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Penyelenggaraan Reklame merupakan inisiatif dewan sebagai evaluasi atas Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Sleman Nomor 14 Tahun 2003 tentang Izin Reklame.
Ketua Panitia Khusus (Pansus) Raperda Penyelenggaraan Reklame Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sleman Ramelan menyatakan, penataan reklame perlu disegerakan. Ini penting guna mengoptimalkan potensi pendapatan asli daerah (PAD). Sebab, sejauh ini masih banyak pemilik reklame tak bayar pajak.
“Ada sekitar tujuh ribu reklame di wilayah Sleman. Tapi yang berizin hanya tiga ratusan,” ungkap Ramelan Selasa (23/7).
“Reklame tak berizin harus ditertibkan supaya legal dan bayar pajak. Agar potensi PAD nggak hilang lagi,” tegasnya.
Selain izin, pemasangan reklame juga harus diatur. Tak boleh lagi ada reklame yang melintang jalan. Karena akan membahayakan pengguna jalan. Dan merusak keindahan tata kota. Termasuk reklame dengan satu kaki di bibir jalan. Namun papan reklamenya menjorok ke badan jalan. “Ini juga dilarang,” tandas politikus PDI Perjuangan asal Dusun Krapyak, Margoagung, Seyegan, itu.
Ramelan mengingatkan, penegakan aturan harus dijalankan secara masif. Meski pelaksanaannya melibatkan beberapa lembaga dari dinas pekerjaan umum, perumahan, dan kawasan permukiman, badan keuangan dan aset daerah, serta satuan polisi pamong praja. “Seluruh satuan kerja perangkat daerah yang terlibat harus kompak,” pintanya.
Penertiban reklame yang melanggar aturan harus menyeluruh. Aparat tak boleh tebang pilih. Setidaknya, sikap tegas diberlakukan pada reklame-reklame melanggar aturan yang berdiri di jalan kabupaten. Ini merujuk kewenangan Pemerintah Kabupaten Sleman. Sedangkan reklame yang ada di jalan provinsi, Ramelan mendesak Pemprov DIJ turun tangan. Untuk lebih serius dalam penegakan aturan dan penertiban reklame ilegal. Pun demikian pemerintah pusat dengan reklame yang tersebar di jalan nasional di wilayah Sleman.
Lebih lanjut dikatakan, evaluasi atas Perda Izin Reklame bertujuan mengoptimalkan aspek administratif dan yuridis. Dengan tetap mengedepankan etika, estetika, serta ketertiban dan perlindungan masyarakat. Juga pemberdayaan potensi daerah. Dan mengoptimalkan pengendalian dan penertiban.
Pengendalian fokus untuk reklame yang belum terpasang maupun telah terpasang. Untuk pengendalian, pansus merekomendasikan alternatif agar Pemerintah Kabupaten Sleman memberikan legitimasi pengawasan kepada unsur wilayah desa dan kecamatan. Disertai delegasi kewenangan menindak. Legitimasi itu berlaku bagi reklame yang dipasang di tempat-tempat yang dilarang, serta melanggar etika atau norma hukum masyarakat.
Adapun alternatif penindakan yang diusulkan pansus, di antaranya, petugas desa atau kecamatan bisa menindak secara langsung. Untuk itu diperlukan distribusi kewenangan yang jelas antar-organisasi perangkat daerah. Ini terkait penjatuhan sanksi administrasi, sanksi terberat, dan pembongkaran reklame. “Pembongkaran dilakukan jika pemilik/pengelola/penanggung jawab reklame yang melanggar aturan tak membongkar sendiri secara sukarela,” tegas Ramelan.
Pansus juga mendorong Pemkab Sleman mengoptimalkan strategi manajemen zonasi pemasangan reklame. Pembagian zona berkaitan dengan tata ruang wilayah, pilihan kelas jalan/wilayah, bentuk kekhususan reklame yang bercirikan Sleman, dan kawasan tanpa rokok.
Pemasangan reklame harus mempertimbangkan tata letak, ukuran, dan arah pandang, estetika, serta keamanan konstruksi dan lalu lintas.
Sebelum memasang reklame, pemilik atau pengelola wajib mengantongi izin infrastruktur reklame (IIR) dan atau izin penayangan materi reklame (IPMR). Kedua izin tersebut berlaku untuk reklame berkonstruksi. Seperti billboard, neonbox, baliho, papan nama, dan videotron/megatron. “Kalau IIR dan IPMR tak dipenuhi kok nekat membangun reklame, ya harus dibongkar. Atau dihentikan penayangan materi reklamenya ,” pintanya.
Ramelan mengakui, penuntasan Raperda Penyelenggaraan Reklame butuh waktu panjang. Karena melibatkan banyak lembaga dan kepentingan. Termasuk tentang siapa yang berwenang membongkar reklame ilegal atau yang tak memperpanjang izin. Ini menyangkut dengan anggaran operasional pembongkarannya.
Kendati demikian, pansus menargetkan pembahasan raperda selesai sebelum masa peralihan dewan baru. Adapun dewan baru periode 2019-2024 akan dilantik 12 Agustus mendatang.
Jika ternyata pembahasan raperda belum rampung hingga limit waktu yang ditentukan, Ramelan mendorong dewan baru untuk melanjutkannya sampai tuntas.(*/yog/fj)