MENJAMURNYA kos-kosan ekslusif dan pondokan sejenis yang menawarkan sewa harian di wilayah Sleman terus menjadi sorotan dewan. Karena fungsi kos-kosan semacam itu tak ubahnya hotel atau motel. Dewan merasa perlu adanya regulasi yang mengatur secara spesifik tentang penyelenggaraan pondokan. Demi mencegah munculnya usaha kos harian lainnya.

“Yang namanya kos-kosan ya tidak disewakan harian. Lantas apa bedanya dengan hotel. Makanya kami atur itu,” ujar Ketua Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Penyelenggaraan Pondokan DPRD Sleman Danang Sulistya Haryana Rabu (24/7).

SERIUS: Ketua Pansus Raperda Penyelenggaraan Pondokan DPRD Sleman Danang Sulistya Haryana (tengah) sedang memimpin rapat konsinyering bersama tim pemerintah daerah dan Kemenkum HAM DIJ Selasa (23/7). (YOGI IP/RADAR JOGJA)

Danang menilai ada celah dalam Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Sleman Nomor 9 Tahun 2007 tentang Pemondokan yang berlaku saat ini. Sehingga perlu dibenahi.

Pasal 5, misalnya. Perda No 9 Tahun 2007 hanya menyebutkan defininsi pondokan. Nah, raperda penyelenggaraan pondokan lebih detail. Kualifikasi pondokan dibedakan berdasarkan bentuk bangunan dan jangka waktu sewanya.

Pondokan berdasarkan bentuk bangunan dirinci lagi menjadi tiga jenis. Pertama, bangunan dalam bentuk kamar yang berjumlah sedikitnya dua unit (kos-kosan). Kedua, bangunan yang terdiri atas dua kamar atau lebih (kontrakan). Ketiga, dua bangunan atau lebih yang berada dalam satu lokasi, yang dimiliki atau dikuasai oleh orang pribadi atau badan (asrama).

Ketiga bangunan tersebut disediakan untuk dimanfaatkan pemondok sebagai tempat tinggal sementara.

Sedangkan jangka waktu (sewa) pondokan ditentukan paling singkat selama satu bulan. “Jadi jelas, kos-kosan tak boleh disewakan harian. Termasuk yang ekslusif itu,” tegas politikus Partai Nasdem asal Dusun Balong, Umbulharjo, Cangkringan.

Setiap pemilik pondokan wajib memiliki izin. Kecuali jika bangunan itu hanya terdiri satu unit rumah yang disewa oleh keluarga; asrama milik pemerintah maupun yang digunakan untuk kegiatan sosial dan keagamaan; asrama milik lembaga pendidikan; serta asrama milik TNI/Polri. Izin pondokan juga tak berlaku bagi hotel, hostel/motel, rumah susun, dan pondok wisata, dan pondokan sejenis yang memberlakukan sistem sewa harian.

Pondokan yang tak berizin akan dikenai sanksi administrasi berupa teguran tertulis, denda, hingga penutupan paksa. “Izin berlaku selama enam tahun dan dapat diperpanjang. Pengajuannya paling lambat tujuh hari sebelum jangka waktu berakhirnya izin itu,” jelasnya.

Izin tersebut bisa tidak berlaku jika terjadi peralihan hak milik, perubahan nama pondokan, dan adanya ketidaksesuaian ketentuan dalam izin dengan penyelenggaraan pondokan. “Kalau ada peralihan hak milik, maka harus dilakukan pengurusan izin baru,” kata sosok kelahiran 21 April 1968 itu.

Dalam jangka waktu berjalannya izin, pemilik pondokan dapat mengajukan perubahan luas bangunan, jumlah kamar, ukuran volume kamar, fasilitas kamar, dan fasilitas umum yang disediakan.

Raperda Penyelenggaraan Pondokan juga mengatur tentang hak, kewajiban, dan larangan. Setiap penyelenggara pondokan berhak membuat perjanjian tertulis dengan pemondok, menyelenggarakan pondokan sesuai izin yang diperoleh, dan mendapatkan pembinaan dari pemerintah daerah. Sedangkan kewajiban pemilik usaha pondokan, antara lain: memelihara keamanan dan ketertiban pondokan, menyelenggarakan pondokan sesuai ketentuan izin, menyediakan pondokan sesuai kualifikasi dan klasifikasi yang tertuang dalam izin usaha pondokan, mendata identitas dan jumlah pemondok, dan menunjuk penanggung jawab pemondok. Pemilik pondokan juga harus mengikutkan pemondok dalam kegiatan masyarakat. Selain itu, penyelenggara pondokan wajib membuat dan memasang tata tertib pondokan dan menegakkannya. Serta menyosialisasikan tata tertib kepada pemondok.

Adapun tata tertib pondokan harus memenuhi ketentuan setidak-tidaknya mengenai jam kunjungan tamu, larangan menerima tamu berbeda jenis kelamin di dalam kamar tanpa hubungan darah atau semenda, serta larangan melakukan tindak asusila, peredaran dan penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat aditif lainnya di pondokan. “Satu lagi, pemilik pondok wajib memasang tanda izin,” katanya.

Merujuk ketentuan larangan dalam raperda, Danang mewanti-wanti penanggung jawab pondokan untuk tidak menyelenggarakan usaha yang dihuni pemondok berbeda jenis kelamin dalam satu kesatuan bangunan pada satu lokasi. Ketentuan itu dikecualikan bagi pasangan suami istri dengan menunjukkan akta nikah.

Setiap penyelenggara pondokan yang melanggar ketentuan tersebut diancam pidana kurungan paling lama tiga bulan dan atau denda paling banyak Rp 50 juta.

Sementara itu, hak-hak bagi pemondok, antara lain: mendapatkan fasilitas pondokan sesuai perjanjian; mendapat perlindungan, keamanan, dan kenyamanan; dan mendapatkan bimbingan serta pengarahan untuk ikut serta dalam kegiatan masyarakat. Setiap pemondok wajib mematuhi tata tertib pondokan, menyerahkan fotokopi identitas diri kepada penangung jawab atau penyelenggara pondokan dengan menunjukkan aslinya, terlibat dalam kegiatan masyarakat, berpartisipasi menjaga keamanan dan ketertiban, serta memelihara kebersihan dan kesehatan lingkungan pondokan dan masyarakat. Pemondok juga harus menjaga norma agama, kesusilaan, dan kesopanan yang berlaku di masyarakat. Serta mencegah dan tidak melakukan tindak asusila serta mengonsumsi maupun mengedarkan narkoba di pondokan.

Mengingat pentingnya penegakan regulasi tersebut, Danang mengimbau masyarakat untuk berperan serta dalam pengawasan penyelenggaraan pondokan di lingkungan masing-masing. “Kalau ada warga tahu ada sesuatu yang nggak beres di pondokan segera laporkan kepada pihak yang berwenang,” pinta Danang.(*/yog/rg)