GUNUNGKIDUL – Ada lembaran sejarah lain asal usul Pemerintahan Gunungkidul yang perlu dibuktikan kebernarannya. Yakni, mengungkap kebenaran cerita pusat pemerintahan pertama Gunungkidul di Sumingkir Gambiran, Bunder, Patuk.
NAMA Sumingkir atau Sumingkar tidak tercantum dalam pemerintahan manapun di wilayah Gunungkidul. Sumingkir yang sekarang dikenal sebagai Sumingkar sebenarnya satu padukuhan dengan Gambiran, Desa Bunder, Kecamatan Patuk.
Sejak beberapa tahun terakhir, wilayah tersebut berkembang pesat menjadi pusat industri. Mulai dari idustri bahan bangunan, kerajinan kayu, pengolahan kakao, hingga industri kerangka lampu sampai dengan kerangka asesoris elektronik lainnya.
Perkampungan tampak padat dan selalu ramai dengan aktivitas industri. Tepatnya pada jalan cor blok, timur SDN Bunder 3 rumah, deretan kanan merupakan tempat tinggal mbah Suwono, juru kunci tabon Kadipaten Sumingkir.
Kediaman kakek empat anak itu cukup sederhana. Setelah tahu maksud kedatangan Radar Jogja, dia lantas antusias bercerita. Menurutnya, nama Sumingkir dicetuskan oleh Panji Putro dari Kerajaan Jenggolo Jawa Timur. Kata dia, waktu itu Panji Putro sedang berkelana dan sampailah ke tempat yang kemudian dikenal sebagai wilayah Sumingkar. “Lajeng (lalu, Red) Pani Putro (lalu) ngendiko (berucap, Red), nek ono rejaning zaman wilayah iki tak jenengke Sumingkir (jika zaman sudah maju, wilayah ini saya beri nama Sumingkir, Red),” ucapnya.
Singkat cerita, muncul pusat pemerintahan dipimpin oleh Adipati Prawiro Suwarno. Mengubah nama Sumingkir menjadi Kadipaten Sumingkar. “Mbok menawi kirang cekap saget dilengkapi samangkih (namun jika apa yang saya sampaikan nanti belum cukup bisa dilengkapi lagi),” ujarnya.
Tak lama berselang, kakek berusia 85 tahun ini mengajak ke salah satu tempat dengan jalan kaki. Menyusuri jalan setepak sebelah timur rumahnya. Dia ingin menunjukkan lokasi yang dipercaya pernah berdiri pusat pemerintahan pertama di Gunungkidul.
Kini tabon atau peninggalan bangunan pemerintahan Adipati Prawiro Suwarno telah berubah menjadi areal lahan pertanian. Sembari melangkahkan kaki, Mbah Suwono mencoba menarasikan bentuk bangunan. “Sebelah kiwo blumbang (sebelah kiri kolam, Red), sebelah tengen kolam (sebelah kanan kolam, Red),” ucapnya.
Dia lantas melangkah menuju semak belukar. Tangannya menyibak rumput ilalang. Menyembullah bongkahan batu berwarna hitam. Menurut pengakuannya, batu itu adalah ompak atau pondasi. “Jenenge ompak griyo joglo (namanya ompak griyo joglo,” ucapnya.
Kenapa dibiarkan tergeletak begitu saja? Menurut Mbah Suwono ada hal mistis yang dipercayai. Jika ada orang mempergunakannya, keluarga dan keturunan bakal sakit-sakitan. Nanti kalau dicuri orang bagaimana? “Monggo nek wani (silakan kalau berani),” ujarnya.
Selain meninggalkan jejak ompak, di wilayah ini juga ada Makam Adipati Prawiro Suwarno. Menurutnya, masih ada hubungan kekerabatan dengan Sri Sultan HB III.(gun/din/zl)