BANTUL – Kenaikan harga cabai begitu berdampak bagi ibu rumah tangga. Mereka harus mengencangkan ikat pinggang. Sebab, harga cabai di penjual sayuran keliling dijual Rp 600 per biji.
”Uang Rp 5.000-an hanya dapat sembilan biji. Segitu cuma bisa buat makan gorengan,” ketus Suparti, warga Cunguk, Ngestiharjo, Kasihan, Bantul, Rabu (31/7).
Kondisi ini jauh berbeda saat harga cabai rawit normal. Berbekal Rp 5.000, perempuan 48 tahun itu bisa membawa pulang bumbu dapur berasa pedas itu satu plastik kecil.
”Bisa untuk memenuhi seluruh keperluan memasak,” ujar perempuan yang menggemari masakan pedas ini.
Pemilik warung pecel lele juga tak kalah terdampak. Mereka harus mengurangi takaran sambal. Itu untuk menyiasati mahalnya harga cabai rawit.
”Kalau sambalnya minta lebih, ya, harganya naik,” kata Irfan, seorang pemilik warung pecel lele di Ngestiharjo. ”Cabai naik bikin pusing,” lanjut pria 29 tahun ini.
Penjual sayuran juga merasa dilema. Sudaryanti, misalnya. Penjual sayuran di Ngestiharjo ini enggan mengulak cabai rawit banyak. Sebab, konsumennya langsung berpikir dua kali begitu mengetahui harga cabai lagi ”pedas-pedasnya”.
”Untuk mengulak modalnya juga tinggi. Sekitar Rp 75 ribu hingga Rp 80 ribu untuk cabai satu kilogram (kg),” sebutnya.
Seperti diberitakan, harga cabai meroket sejak dua pekan terakhir. Kenaikannya bertahap. Pekan lalu, misalnya, di kisaran Rp 65 ribu per kg. Dua hari berikutnya merangkak lagi di angka Rp 75 ribu per kg. Kemudian, Selasa (31/7) naik menjadi Rp 80 ribu per kg.
Kepala Seksi Distribusi dan Harga Bahan Kebutuhan Pokok, Dinas Perdagangan Bantul Zuhriyatun Nur Handayani menduga, kenaikan harga itu akibat tingginya permintaan dari wilayah Jawa Timur dan sebagian Sumatera. Petani lokal memilih menjual ke luar daerah. Sebab, harganya lebih tinggi.
”Sehingga, stok (di pasaran) menipis,” jelasnya. (cr5/zam/rg)