SUNAN Amangkurat IV memiliki beberapa anak laki-laki. Ada tiga orang yang cukup menonjol. Putra sulungnya bernama Pangeran Mangkunegara (Kartasura). Dia lahir dari salah satu garwa selir.
Kemudian Raden Mas Gusti (RMG) Prabasuyasa. Kelak diangkat menjadi putra mahkota. Setelah Amangkurat IV wafat, putra mahkota naik takhta bergelar Sunan Paku Buwono II. Raja kelima Mataram di Kartasura ini terlahir dari garwa padmi atau permaisuri Kanjeng Ratu Amangkurat.
Paku Buwono II punya adik beda ibu bernama RM Sudjana. Setelah dewasa menjadi Pangeran Mangkubumi. Sama seperti Mangkunegara, Mangkubumi juga lahir dari garwa selir. Ibunya bernama Mas Ayu Tejawati. Mas Ayu adalah gelar istri raja yang bukan berdarah bangsawan. Setelah Mataram pecah, Mangkubumi bertakhta menjadi Sultan Hamengku Buwono I.
Ketika Amangkurat IV wafat, Mangkunegara, satu-satunya pangeran yang telah cukup dewasa. Dia banyak membimbing adiknya, Paku Buwono II, yang bertakhta di usia 16 tahun. Hubungan dengan sang kakak ini semakin erat saat Sunan memutuskan menikahi putri Pangeran Purbaya. Putri itu kemudian diangkat menjadi permaisuri Paku Buwono II.
Pangeran Purbaya adalah ayah angkat Mangkunegara. Dia adik Amangkurat IV. Purbaya pernah melakukan pemberontakan. Saat terjadi konflik dengan Amangkurat IV, Mangkunegara lebih membela ayah angkatnya. Ketimbang ayah kandungnya.
Pemberontakan Purbaya berpusat di Kerta, bekas keraton Sultan Agung pada 1720. Purbaya didukung Pangeran Balitar, adik Amangkurat IV lainnya. Pasukan Mataram berhasil menumpas pemberontakan tersebut. Balitar meninggal saat menyingkir ke Malang pada 1721. Sedangkan Purbaya ditangkap. Dia dibuang ke Batavia pada 1723.
Tidak semua pendukung pemberontak dihukum. Salah satunya Mangkunegara. Dia mendapatkan amnesti alias pengampunan hukuman dari ayahnya. Karena dia banyak membantu adiknya, Paku Buwono II, di awal-awal naik takhta.
Lima belas bulan setelah Paku Buwono II bertakhta, Raden Ayu Wulan, istri Mangkunegara, meninggal dunia. Peristiwanya terjadi pada September 1627. Sebelum meninggal, putri Pangeran Balitar itu mengalami sakit. Pangeran Balitar adalah sekutu politik Purbaya melawan Amangkurat IV. Suatu siang di Istana Kartasura, Mangkunegara melihat tari bedaya. Hatinya kepincut setelah melihat salah seorang penari. Ternyata penari itu keturunan Tionghoa. Namanya Wirasmara atau Ayu Larasati. Asalnya Semarang.
Wirasmara merupakan salah satu selir Paku Buwono II. Dia sudah dikeboanke selama beberapa waktu oleh raja. Artinya, selir itu tidak disentuh lagi oleh Sunan. Tahu seperti itu, Mangkunegara mengajukan permohonan kepada Sunan dapat memperistri Wirasmara. Mendengar hal tersebut, Kanjeng Ratu Amangkurat menawarkan sederet nama. Di antaranya Raden Ayu Sutarti, putri Raden Tohpati dan Raden Ayu Kusuma, anak Pangeran Dipanegara Kartasura yang dibuang ke Afrika Selatan. Namun semua nama itu ditolak oleh Mangkunegara. Alasannya, tidak ada yang menarik dan cocok.
Penolakan itu menyulut kemarahan Paku Buwono II. Sebab, dengan penolakan itu membuat Ratu Amangkurat menjadi amat tersinggung. Tidak seharusnya tawaran itu ditolak. Apalagi Ratu Amangkurat adalah salah satu orang yang dapat memberikan perlindungan bagi Mangkunegara.
Situasi ini rupanya dapat dibaca Patih Danureja. Sejak lama dia berseberangan dengan Mangkunegara. Dia melihat hal itu sebagai peluang emas. Danureja memerintahkan agar menangkap Mangkunegara.
Dia kemudian dibawa ke Benteng VOC. Mangkunegara kemudian diasingkan ke Afrika Selatan. Penangkapan itu diprotes istri raja, Ratu Paku Buwono. Dia minta suaminya membebaskan kakak angkat sekaligus sepupunya itu.
Saat dibuang, Mangkunegara punya putra yang masih kanak-kanak bernama Raden Mas (RM) Said. Kelak melalui Perjanjian Salatiga 17 Maret 1757, Said naik takhta menjadi Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (KGPAA) Mangkunegara I. RM Said menggunakan gelar seperti yang dipakai ayahnya, Pangeran Mangkunegara Kartasura.(yog/rg/bersambung)