JOGJA – Praktik jual beli BBM (bahan bakar minyak) eceran dengan mesin pertamini di wilayah DIJ bakal semakin menjamur. Keuntungan yang cukup menggiurkan hingga belum adanya penegakan regulasi mendorong pelaku usaha kecil-kecilan meliriknya.
Anto, salah satunya. Penjual BBM eceran dengan mesin pertamini ini semula hanya coba-coba. Dia mengikuti arahan beberapa rekannya yang telah mereguk manisnya berjualan BBM eceran.
”Lalu, saya cari-cari (mesin pertamini) di online shop. Harganya Rp 10 juta, tapi saya tawar Rp 9 jutaan,” jelas Anto di kios pertamininya Senin (5/8).
Tanpa berbagai perizinan, Anto langsung menjalankan bisnis sampingannya itu. Dalihnya, belum ada regulasi yang mengatur bisnis pertamini. Tiga bulan berjalan bisnisnya telah balik modal.
Penjual BBM eceran di wilayah Kauman, Kecamatan Kraton, Kota Jogja, ini menyebut, tangkinya berkapasitas 200 liter. Saban hari pertamini yang telah setahun beroperasi ini bisa menjual 100 hingga 150 liter per hari.
”Isinya hanya pertalite,” ucapnya.
Dengan tingginya permintaan itu, Anto mengaku tak kesulitan memperoleh BBM. Berbekal surat rekomendasi yang dikeluarkan pemkot, dia bisa leluasa membeli BBM di SPBU (stasiun pengisian bahan bakar umum). Apalagi, SPBU sejak tiga bulan terakhir tak lagi meminta surat rekomendasi pembelian. SPBU membebaskan pembelian pertalite dengan surat rekomendasi.
”Kalau premium memang nggak boleh diecer. Harus pakai surat,” ujarnya.
Karena itu pula, Anto bisa membeli pertalite lebih leluasa. Dia bisa membawa pulang 60 liter setiap ke SPBU.
”Sebelumnya hanya 20 liter,” katanya.
Suyanto, setali tiga uang. Pemilik pertamini merasa lebih mudah berjualan dengan menggunakan mesin. Tanpa harus mengemasi BBM ke dalam botol.
”Tinggal pencet-pencet saja, seperti di SPBU itu,” tuturnya.
Meski tak berizin, Suyanto enjoy menjalankan bisnis sampingannya itu.
”Mengulak di SPBU juga mudah,” tambahnya.
Dikonfirmasi terpisah, Ketua Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas (Hiswana Migas) DIJ Siswanto menegaskan, penjual BBM eceran seharusnya mengantongi surat rekomendasi dari pemerintah daerah (pemda). Itu sebagai syarat untuk membeli BBM di SPBU.
”Kalau tidak ada, ya, tidak kami layani,” tegasnya.
Menurutnya, surat rekomendasi itu, antara lain, berisi perihal pembatasan pembelian BBM di SPBU. Misalnya, maksimal 20 liter per hari.
”Ada masa berlakunya juga. Bisa tiga bulan atau setahun,” katanya.
Kendati begitu, Siswanto tidak bisa berbuat banyak menertibkan penjual BBM eceran. Lantaran Hiswana Migas tidak memiliki kewenangan. Pemda-lah yang berwenang menertibkannya.
Berbeda diungkapkan Unit Manager Communication & CSR Pertamina MOR IV Jateng-DIJ Andar Titi Lestari. Menurutnya, hanya ada dua jenis BBM yang tak boleh dijual untuk kulakan. Yakni, premium, dan solar.
”Ini dilarang karena penugasan pemerintah,” katanya.
Ketika disinggung mengenai pertalite, pertamax, atau dexlite, Andar menegaskan, tak ada larangan untuk membeli dalam jumlah besar. Kendati begitu, Pertamina tetap tak memiliki kapasitas memberikan izin pertamini. Alasannya standar keamanan. Pertamini tak dilengkapi dengan berbagai standar keamanan.
”Kalau SPBU ada aturan tidak boleh merokok atau menyalakan telepon genggam,” kata Andar mencontohkan. (cr12/cr15/zam/rg)