Negeri ini memiliki banyak pelukis ternama. Sebagian besar lahir dari pendidikan formal. Beda dengan Ginjong Suryono. Pria 42 tahun ini hidup secara komunal dan berproses kreatif bersama rekan-rekannya. Di sebuah dusun kecil wilayah Grabag, Kabupaten Magelang.
AHMAD SYARIFUDIN, Magelang
NAMA Dusun Paingan, Kleteran, Grabag, Kabupaten Magelang mulai kondang sejak lukisan koi di sepanjang jalan kampung viral di media sosial. Warga berswadaya menyulap jalan kampung sejauh 500 meter menjadi “kolam” ikan merah putih. Ikan koi berenang menuju Bukit Andong.
Tak disangka ternyata Dusun Paingan adalah gudangnya seniman. Maka saat Ginjong melontarkan ide membuat “kolam” koi di jalanan langsung direspons positif warga lain.
“Kalau soal dana banyak yang lebih mampu. Tapi secara keahlian, hanya warga sini yang mampu,” ujarnya kepada Radar Jogja beberapa waktu lalu.
Waktu itu Ginjong hanya berpikir untuk meramaikan HUT ke-74 RI pada 17 Agustus mendatang. Karena tak ada gapura di jalan masuk kampung, jalan lah yang menjadi sasaran warga. Untuk dihias. Sebagai pengganti kanvas. Untuk mencurahkan kemampuan melukis warga setempat.
Dari situlah potensi terpendam warga Paingan muncul. Mereka sadar, Paingan tak akan bersaing dengan Borobudur yang memiliki candi Buddha warisan nenek moyang. Pun dengan Kopeng dengan kekayaan alam pegunungannya. Maka warga Paingan menjadikan desanya sebagai kampungnya seniman.
Rumah Ginjong sendiri disulap menjadi semacam galeri mini. Ayah dua anak itu menghiasi rumahnya dengan berbagai perabotan artistik. Beberapa dipajang di tiap sudut ruangan. Ada lukisan maupun patung. Semuanya dia yang membuat sendiri.
Tak banyak dusun kecil yang memiliki begitu banyak pelukis dengan berbagai macam aliran. Itulah kelebihan Paingan. Yang dihuni banyak pelukis realis hingga ekspresionis. “Kami sangat kaku kalau masalah idealisme,” tuturnya.
Berkaca pada pengembangan desa wisata Jelekong di Bandung, Ginjong terhenyak untuk mengadopsinya. Terlebih sebagian besar warga Paingan memiliki keahlian melukis yang diwariskan secara turun-temurun. Ginjong sendiri merupakan generasi kedua yang mewakili keahlian melukis.
“Saya berguru ke Pak Narwanto. Lalu ilmu itu saya turunkan ke keponakan-keponakan saya,” ungkapnya.
Di Paingan, lanjut Ginjong, ada setidaknya tiga generasi pelukis. Karena itu tak muluk-muluk jika Paingan disebut-sebut sebagai dusunnya seniman. “Nanti kalau bisa sini itu bisa jadi Jelekong-nya Magelang lah,” ucapnya berandai-andai.
Menurut Ginjong, tak satu pun pelukis Paingan yang mengenyam pendidikan formal melukis. Ada seorang pun belum lama ini. Seorang mahasiswa Institut Seni Indonesia.
Baru-baru ini Ginjong juga mendirikan Sasana Prabangkara. Tempat inilah yang menjadi wadah para pelukis di Dusun Paingan mencurahkan menjalankan proses kreatif. Dari Sasana Prabangkara dihasilkan banyak karya seni. Karya-karya itulah yang kemudian dipajang di rumah-rumah warga setempat. Ginjong berangan-angan menjadikan setiap rumah warga Paingan sebagai galeri-galeri seni mini. (yog/fj)