JOGJA – Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIJ Erbagtyo Rohan angkat bicara terkait operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang melibatkan bawahan yakni Eka Safitra. Kejati mengusulkan pemecatan kepada terdakwa kasus proyek di Kota Jogja tersebut.
Bahkan, Kejati DIJ telah melayangkan surat pemberhentian sementara dengan tidak hormat terhadap Eka. Surat dilayangkan Rabu (21/8). Eka merupakan anggota Tim Pengawal, Pengamanan Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D).
Tidak hanya itu. Erbagtyo secara terbuka menyampaikan permohonan maaf di hadapan Gubernur DIJ Hamengku Buwono X. Juga, kepada para pejabat Pemprov DIJ.
Permohonan maaf itu disampaikan saat memberikan sambutan pada penandatangan nota kesepahaman antara Pemprov DIJ dan Bank BPD DIY bersama Kejati DIJ di Gedung Pracimasono Kompleks Kepatihan Jogja Kamis (22/8).
”Atas nama pimpinan, kami semua meminta maaf, yang membuat Bapak-Ibu semua tidak nyaman,” kata Erbagtyo.
Kejati DIJ telah melayangkan surat permohonan kepada pemerintah pusat. Isinya agar Rka segera diberhentikan sementara secara tidak hormat sebagai aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Kejati DIJ. Apalagi, saat ini KPK telah menetapkan tersangka dan telah melakukan penahanan terhadap Eka.
Langkah itu dilakukan sesuai dengan prosedur standar operasional yang dimiliki Kejati. Tindakan Eka yang terkait korupsi dinilai mencoreng citra Jogjakarta. ”Itu punishment terhadap jaksa yang telah melakukan perbuatan tercela,” jelasnya.
Terkait evaluasi terhadap TP4D, Erbagtyo menyebutkan, hal tersebut merupakan program dari pemerintah pusat. Secara instrumen, tegasnya, tidak ada persoalan dalam program tersebut. ”Tindakan TP4D yang dilakukan kejari sudah normatif,” katanya.
Gubernur DIJ Hamengku Buwono X mengatakan, tetap mendukung keberadaan TP4D sebagai upaya pencegahan dari penyimpangan atas sebuah proyel. Menurutnya, kasus OTT yang melibatkan jaksa di Solo tersebut tidak bisa disamaratakan. Kasus itu tidak bisa ditujukan untuk menganggap buruk program T4PD. ”Persoalan di satu wilayah mungkin berbeda dengan wilayah lain,” katanya.
Untuk pengembangan kasus sendiri, Kamis tujuh penyidik KPK, lengkap dengan atribut KPK rompi, masker, dan sarung tangan, mendatangi Balai Kota. Dengan pengawalan ketat aparat kepolisian, petugas KPK mendatangi kantor Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Kawasan Pemukiman (DPUPKP) Kota Jogja sekitar pukul 11.30. Sekitar pukul 14.39, mereka keluar tanpa membawa barang bukti apapun. Kemudian beralih menyambangi bagian Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE). Petugas KPK tersebut juga didampingi ketua pokja Badan Layanan Pengadaan (BLP) Setda Kota Jogja, Baskoro Ariwibowo, yang sebelumnya ikut diperiksa di kantor KPK.
Kemudian sekitar pukul 15.40 empat petugas KPK keluar dari BLP menuju kembali ke kantor DPUPKP. Sekitar beberapa jam menunggu pada pukul 18.06 sekitar empat orang dari Kantor DPUPKP jajaran KPK keluar melalui pintu utama kantor. Mereka membawa barang bukti tiga koper, kardus berukuran kecil, dan tas ransel. Mereka keluar pun dijaga ketat oleh dua anggota kepolisian menuju kembali ke kantor BLP. Menyusul kemudian dua petugas KPK membawa tentengan tas kresek putih.
Ketika dikonfirmasi melalui telepon, Wali Kota Jogja, Haryadi Suyuti mengaku tidak mengetahui adanya jadwal KPK tersebut. “Enggak tahu saya belum tahu,” ungkapnya. Tapi HS mempersilahkan petugas KPK jika memang diperlukan untuk melakukan pengawasan lagi dan mencari barang bukti. “Silahkan saja ya monggo dilakukan sesuai dengan ketugasannya,” ungkapnya. (bhn/cr15/amd/fj)