RADAR JOGJA – Pemkab Sleman harus serius menuntaskan problem kesehatan, terutama sanitasi. Itu sebagai salah satu implementasi dari lima pilar sanitasi total berbasis masyarakat (STBM).
Kepala Dinas Kesehatan Sleman Joko Hastaryo mengatakan baru 40 persen atau 39 desa dari total 86 desa di Sleman menerapkan STBM. Hal itu masih berat tercapai lantaran harus menerapkan lima pilar STBM.
Yaitu tidak buang air besar (BAB) sembarangan, mencuci tangan dengan sabun, mengelola air minum rumah tangga, mengelola sampah rumah tangga, dan mengelola limbah cair rumah tangga. “Termasuk jambanisasi,” kata Joko, Selasa (17/9).
Dia mengklaim, di Sleman sudah tidak ada lagi perilaku BAB sembarangan. Rata-rata setiap kepala keluarga (KK) sudah memiliki jamban. Namun hal itu bukan jaminan setiap KK punya jamban sehat.
Program jamban sehat masih dilakukan hingga kini. Tercatat 2019 dianggarkan Rp 45 juta untuk program jamban sehat. Sasarannya untuk 150 KK. “Kami dapat bantuan keuangan khusus (BKK) dari provinsi satu KK dapat Rp 3 juta untuk pembangunan jamban,” ujarnya.
Kriteria jamban sehat adalah jenis leher angsa. Jenis ini butuh menggelontorkan air untuk menghilangkan kotoran. Jamban jenis ini dapat menghindarkan bau sekaligus mencegah lalat dan kecoak masuk.
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sleman turut andil mewujudkan sanitasi sehat. Pada 2019 ini ada sekitar 900 pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dan sudah dianggarkan di APBD.
“Dari dana alokasi khusus (DAK) juga ada. Untuk sekitar 1.026 IPAL yang tersebar di seluruh Sleman. Saat ini masih proses pembangunan,” jelas Kabid Kebersihan dan RTH DLH Sleman Junaidi.
Dia menyebut, pembenahan utama adalah pada septic tank. Kendati diklaim semua masyarakat sudah punya septic tank, belum semua layak. “Karena mungkin terjadi rembesan. Itu mencemari. Hal ini yang kami antisipasi,” terangnya.
Selain IPAL individu, pihaknya juga akan membangun IPAL komunal. Tapi realisasinya masih tahun depan dengan target 14 IPAL komunal. Sepuluh diambil dari DAK, empat dari APBD. Ditambah satu IPAL yang dibangun di sekolah.
“IPAL komunal biayanya besar. Harus mencari lahan, jadi agak sulit. Satu IPAL bisa menelan Rp 500 juta hingga Rp 800 juta,” jelasnya. (har/iwa/rg)