CHAIRUL TANJUNG ketika mengisi Executif Lecture Series yang digelar Pusat Studi Kebijakan dan Kependudukan UGM pada 30 November 2018 menyampaikan bahwa Indonesia sedang mengalami dua perubahan besar dan mendasar yang sangat cepat (disrupsi). Disrupsi luar biasa yang dialami Indonesia adalah disrupsi teknologi dan disrupsi gaya hidup. Disrupsi teknologi disebabkan oleh munculnya revolusi industri 4.0. Sementara, disrupsi gaya hidup terjadi karena perubahan generasi.
Teknologi informasi merupakan salah satu bagian yang mengalami disrupsi. Teknologi informasi digital berbasis jaringan mampu menggeser aktivitas manusia. Aktivitas di dunia nyata bergeser ke dunia maya. Setiap orang mampu membuat informasi sendiri melalui facebook dan media sosial lainnya. Sebagian orang membuat informasi tanpa bekal etika jurnalistik. Informasi yang dibuat lebih mengedepankan viral daripada kualitas dan etika. Akhirnya, muncul informasi bohong (hoax).
Peredaran dan Bahaya Informasi Hoax
Jacques Ellul (1964) mengatakan bahwa teknologi informasi merupakan arena pertarungan ide. Teknologi informasi menyatukan sekelompok orang yang memiliki ide dan keyakinan yang sama dalam satu komunitas tertentu. Sehingga, informasi yang dikembangkan tidak lagi bebas nilai dan netral. Informasi yang dikembangkan sarat dengan kepentingan, sesuai dengan ide dan keyakinan yang mendasarinya.
Kini, setiap orang mudah mengakses informasi. Mereka cukup berbekal gawai dan paket data yang ia miliki. Kecepatan dan kemudahan mengakses informasi seringkali tidak diimbangi dengan sikap bijak, memeriksa kebenaran informasi satu per satu melalui proses klarifikasi dengan teliti dan hati – hati. Sehingga, virus informasi hoax dengan mudah dan cepat menyebar.
Informasi hoax seringkali hadir untuk menambah keresahan masyarakat yang sedang ditimpa musibah.
Di pedalaman Kalimantan Tengah, beberapa hari lalu sempat viral pesan berantai yang berisi ajakan memancing hujan dengan baskom berisi air garam untuk menanggulangi dampak kabut asap yang tebal. Di Kota Jambi pernah beredar informasi hoax tentang sekolah yang diliburkan karena kabut asap. Di Jawa Timur pernah beredar berita tentang akan datangnya tsunami besar akibat gempa.
Beragam informasi hoax diatas sangat berbahaya, layaknya peredaran narkotika dan pornografi. Tidak jarang, informasi hoax disusun dengan sangat terencana dan terstruktur. Bahkan, membentuk sebuah jaringan yang terorganisir. Hal ini berdasarkan sebuah fakta yang baru saja terungkap bahwa telah muncul sekelompok orang pembuat informasi hoax. Mereka merupakan komunitas bayaran yang bertugas membuat dan menyebarkan informasi hoax. Mereka dikenal dengan istilah Saracen.
Mencegah dan Mengatasi Hoax
Ragam ikhtiar untuk mencegah dan mengatasi gurita informasi hoax telah dilakukan. Mulai dari pemblokiran situs penyebar informasi hoax, gerakan literasi media, sampai penegakan hukum dengan dasar undang – undang. Pemerintah sering melaporkan jumlah situs yang telah diblokir karena membuat dan menyebarkan informasi hoax. Kepolisian sering menyampaikan sangsi hukum bagi pembuat dan penyebar informasi hoax. Pendidik seringkali memberikan pengajaran kepada siswanya tentang pentingnya literasi media agar tidak menjadi korban informasi hoax.
Faktanya, langkah tersebut belum cukup untuk menghentikan pembuatan dan penyebaran informasi hoax. Informasi hoax masih sering mengisi pesan dalam aplikasi gawai kita. Terutama masyarakat pedalaman seperti Desa Transmigrasi Jaya Makmur di Propinsi Kalimantan Tengah. Olehkarena itu, langkah alternatif mencegah dan mengatasi peredaran informasi hoax yang melibatkan seluruh komunitas masyarakat sangat diperlukan. Sehingga, setiap masyarakat Indonesia dapat tersentuh oleh ikhtiar mencegah dan mengatasi informasi hoax. Baik itu berada di perkotaan, maupun di pedesaan yang terisolir, seperti Desa Transmigrasi Jaya Makmur di Propinsi Kalimantan Tengah.
Menggunakan kearifan lokal dengan basis komunitas tertentu merupakan salahsatu langkah alternatif mencegah dan mengatasi penyebaran informasi hoax. Keberadaannya dapat menyentuh seluruh lapisan masyarakat. Mengingat, setiap masyarakat pasti memiliki kearifan lokal.
Kearifan lokal memiliki aneka ragam variasi, mulai dari Folklore, epos, petuah bijak, dan lain sebagainya. Petuah bijak “alon-alon waton kelakon” dapat digunakan sebagai alternatif penangkal informasi hoax.
Alon-Alon Waton Kelakon dan Informasi Hoax
Sebenarnya, permasalahan informasi hoax bukan permasalahan baru. Permasalahan tersebut telah hadir melebihi usia Negara Kesatuan Republik Indonesia. Salahsatunya tergambar dalam cerita wayang kulit dengan lakon Durno Gugur.
Konsep hati-hati dalam menyerap informasipun bukan hal baru dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Seperti munculnya petuah bijak yang berbunyi alon – alon waton kelakon. Konsep tersebut hadir lebih awal daripada munculnya industri 4.0 di Indonesia. Terbukti, nenek moyang kita yang lahir diawal kemerdekaan sudah mengenal petuah bijak tersebut.
Sayangnya, petuah bijak ini sering dianggap tidak sesuai dengan disrupsi gaya hidup masyarakat zaman industri 4.0. Petuah bijak alon – alon waton kelakon sering dimaknai tindakan lamban.
Seharusnya, alon – alon waton kelakon dapat kita maknai sebagai sebuah proses lanjutan setelah menerima informasi. Proses tersebut adalah teliti dengan langkah klarifikasi. Setiap informasi disaring kebenarannya sebelum dipercaya dan dibagikan (sharing). Sehingga, informasi yang kita percaya dan kita bagikan sudah teruji kebenarannya.
Langkah klarifikasi dapat dilakukan dengan beragam cara. Salahsatunya dengan proses musyawarah atau gotong royong meneliti informasi. Kita diskusikan informasi yang kita terima dengan pihak – pihak yang berkaitan dengan informasi tersebut. Misalnya, informasi tentang kesehatan, kita diskusikan dengan pakar kesehatan terdekat. Informasi tentang kebijakan pemerintah, kita diskusikan dengan unsur pemerintahan sesuai dengan tema informasi tersebut.
Harus ada organ yang memainkan peran di lapangan, agar fungsi petuah bijak alon – alon waton kelakon dan semacamnya sebagai penangkal informasi hoax berjalan sesuai harapan. Keluarga, komunitas berbasis rukun tetangga, media televisi, dan struktur pemerintahan yang berjenjang merupakan organ sosial yang dapat memainkan peran tersebut. Setiap orang dimobilisasi untuk menyerap informasi dengan alon – alon waton kelakon.
Suksesnya upaya menangkal informasi hoax sesuai petuah alon – alon waton kelakon sangat bergantung kepada sikap peduli masyarakat dan dukungan struktur pemerintahan lintas sektoral yang berjenjang. Sikap peduli masyarakat diwujudkan dengan aktif mengkampanyekan petuah bijak tersebut di lingkungan keluarga dan komunitas kemasyarakatan.
Komunitas kemasyarakatan yang dapat digunakan sebagai media kampanye antara lain adalah pertemuan rutin anggota rukun tetangga bulanan, pengajian rutin mingguan, maupun kegiatan gotong royong kemasyarakatan yang bersifat insidental. Sementara, dukungan pemerintah lintas sektoral dapat berbentuk kebijakan dan anggaran dana untuk kegiatan kampanye menyerap informasi dengan alon – alon waton kelakon sesuai kewenangan di lingkungan kerjanya masing – masing. (ila)
*Penulis adalah ASN. Penulis Buku Desa dan Peradaban. Finalis OGN 2019. Tinggal di Desa Jaya Makmur Kabupaten Katingan Kalimantan Tengah