RADAR JOGJA – Bencana tanah longsor masih menjadi ancaman bagi ribuan warga di Kabupaten Bantul. Khususnya bagi warga yang berada di daerah rawan bencana yang selama ini disebut dalam zona merah baya longsor.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bantul Dwi Daryanto mengungkapkan, sekitar 2.335 kepala keluarga (KK) yang masuk kedalam zona merah bahaya tanah longsor ini.
BPBD sudah menghimbau kepada masyarakat di wilayah tersebut untuk meningkatkan kewaspadaan. Terlebih lagi dalam beberapa bulan ke depan akan memasuki musim penghujan.”Mereka tinggal tersebar di Kecamatan Piyungan, Dlingo, Imogiri, Pleret, dan Pundong,” katanya, Jumat (25/10).
Menurut dia, potensi longsor usai musim kemarau panjang ini juga akan semakin besar. Mengingat beberapa wilayah juga mengalami rekahan tanah. BMKG memprediksi puncak musim hujan akan terjadi pada Januari hingga Februari 2020 mendatang.
“Adanya rekahan tanah, akan menjadi pintu masuk air hujan kedalam tanah. Kondisi itu membuat ikatan tanah semakin lemah dan potensi longsor semakin tinggi,” tandasnya.
Imbaun agar masyarakat untuk waspada ini, juga menyusul karena masih sedikitnya alat pendeteksi longsor atau early warning system (EWS). Dikatakannya, saat ini Kabupaten Bantul hanya memiliki 10 alat pendeteksi. Padahal, seharusnya terpasang di 100 titik.
Selain itu, alat yang dimiliki pun juga masih belum menggunakan teknologi canggih. Dwi mengatakan, keterbatasan anggaran menjadi kendala utama pengadaan alat pendeteksi tersebut.
Dwi menambahkan, selain longsor pada musim hujan nanti, bencana yang harus diwaspadai adalah banjir. Hal itu, mengingat Bantul merupakan wilayah yang dilalui tiga sungai besar. (inu/din)