INDONESIA adalah negara Agraris, di mana sebagian besar penduduk Indonesia mempunyai mata pencaharian di bidang pertanian atau bercocok tanam. Pada Februari 2019, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat 29,46 persen angkatan kerja di Indonesia atau 38,11 juta bekerja di sektor pertanian dan merupakan sektor lapangan usaha yang paling banyak berkontribusi menyerap tenaga kerja. Angka tersebut tidak cukup besar, tetapi dari hal tersebut dapat menunjukkan bahwa kategori sektor pertanian belum dapat ditinggalkan serta masih menjadi penunjang ekonomi masyarakat.
Salah satu cakupan dari sektor pertanian meliputi tanaman buah-buahan (Holtikultura). Tanaman buah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang berpotensi serta memiliki prospektif untuk dikembangkan. Salak (Salacca zalacca) adalah buah unggulan kabupaten Sleman Provinsi Jogjakarta, asli Indonesia memiliki nilai ekonomi tinggi.
Produksi tanaman buah-buahan di Kabupaten Sleman didominasi oleh salak pondoh, sesuai dengan predikat yang disandang selama ini sebagai produsen salak pondoh terbesar. Publikasi Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa Produksi salak pondoh pada tahun 2018 mencapai 722.232 kuintal, naik sekitar 4,07 persen dibanding tahun sebelumnya sebanyak 692.815 kuintal. Komoditas ini sebagian besar dibudidayakan di Kecamatan Turi, Tempel dan Pakem yang produksinya mencapai 99,42 persen dari total produksi Kabupaten Sleman. Sementara itu, produksi Salak Gading 581 kuintal dan Salak Biasa 3.230 kuintal, (Kab. Sleman Dalam Angka, 2019).
Hal itu mengindikasikan bahwa komoditas salak Sleman masih menjadi salah satu minat konsumsi masyarakat baik lokal maupun mancangara. Namun, apakah hal tersebut sudah sejalan untuk mendorong ekonomi masyarakat? Dalam teori pembangunan ekonomi, pengembangan ekonomi wilayah juga dapat dilihat melalui PDRB (Pendapatan Domestik Regional Bruto) dan laju pertumbuhannya yang setiap tahun bertambah atau berkurang secara signifikan (Abidin,dalam Rambe 2010).
Dalam hal ini, salah satu komoditas yang menjadi unggulan di Kabupaten Sleman yaitu komoditas salak, yang hingga kini produksinya kian meningkat. Sehingga, diharapkan mampu memberi kontribusi tertinggi dibandingkan dengan komoditas lain pada PDRB yang berdampak positif bagi pertumbuhan ekonomi serta berbagai indikator pembangunan ekonomi masyarakat daerah tersebut.
Namun faktanya, tingginya PDRB sektor pertanian komoditas salak di Kabupaten Sleman tidak diiringi dengan pemerataan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat yang baik oleh pemerintah Kabupaten Sleman. Hal ini terbukti dari masih banyaknya pengangguran di Kabupaten Sleman yakni sebesar 34679 jiwa di tahun 2018 angka ini menurun dari tahun sebelumnya 2017 sebesar 34951 jiwa (Kab. Sleman dalam Angka, 2019) penurunan tersebut tidak telalu besar (cenderung tetap) bila kita pandang dengan sekilas dan perlu tuntutan tindakan lanjut lagi bagi pemerintah daerah.
Selain itu juga, di sisi lain ketimpangan pendapatan menurut kriteria Bank Dunia di Kabupaten Sleman pada kelompok penduduk 20 persen berpenghasilan teratas mengalami kenaikan cukup pesat. Dari tahun 2016 memberikan andil 44,69 persen dan pada tahun tahun 2018 andilnya sudah mencapai 48,76 persen. Kondisi dimana penduduk non migran (penduduk asli) yang umumnya termasuk dalam kelompok menengah ke bawah dan jumlah migrasi semakin meningkat yang didominasi kelompok menengah ke atas demikianlah yang semakin memperparah ketimpangan pendapatan di Kabupaten Sleman. (Statistik Kesejahteraan Kab. Sleman, 2018) sehingga, pentingnya penyediaan lapangan pekerjaan bagi penduduk asli daerah sangatlah diperlukan guna mendorong perekonomian daerah serta mengurangi kondisi ketimpangan perekonomian masyarakat saat ini.
Berdasarkan hal-hal tersebut, maka masih diperlukan suatu upaya untuk lebih meningkatkan perekonomian masyarakat khususnya dalam pembahasan kali ini, melalui sektor unggulan pertanian buah-buahan di Sleman yang dikhususkan pada komoditas salak.
Sementara itu, fakta menarik lain menunjukkan bahwa perdagangan antar wilayah dan internasional Kabupaten Sleman menunjukkan kondisi yang defisit di mana nilai ekspor pada kurun waktu 2014-2018 lebih kecil dari nilai impornya dari semua sektor (BPS,2018). Hal tersebut tentunya tidak sejalan dengan perningkatan produksi pertanian kini dan secara singkatnya faktor pendorong ekonomi wilayah tersebut masih cukup minim.
Data lainnya berkata bahwa dari 2.300 hektare salak di Sleman melibatkan 11.500 rumah tangga petani untuk berkontribusi di dalamnya (Dinas Pertanian Pangan dan Perikanan Kabupaten Sleman, 2019). Oleh karena itu selain dari potensi produksi, tentunya juga melalui budidaya tanaman salak memerlukan keterlibatan cukup banyak tenaga kerja yang dibutukan dalam pengelolaan serta proses perawatan tanaman, sehingga diharapkan dapat membuka peluang lowongan pekerjaan bagi masyarakat daerah sekitar serta melalui hasil produk unggulan tersebut mampu menciptakan berbagai inovasi produk hasil olahan buah salak. Seperti produk-produk andalan yang kini mulai populer di kalangan masyarakat antara lain adalah aneka pangan hasil olahan salak.
Penulis berharap bagi pemerintah daerah lebih memperhatikan lagi kondisi sosial-ekonomi masyarakat misalnya kondisi penyerapan tenaga kerja, pemerataan pendapatan masyarakat dan arus keluar masuk (ekspor-impor) yang berperan penting dalam pendapatan daerah serta indikator lainnya.
Melalui berbagai arahan yang lebih fokus pada sektor produksi pertanian lebih diperhatikan serta diperkuat lagi. Seperti melalui peningkatan pemasaran produk salak baik pada lokal maupun interasional, pengembangan sentra berbagai produk olahan salak ditingkatkan, dan pengoptimalan kelembagaan pertanian seperti mengadakan program kerjasama atau pelatihan serta kegiatan lain yang diharapkan mampu untuk diterapkan dan digunakan serta dapat menjadi tolok ukur bagi pemerintah daerah dalam menunjang peningkatan ekonomi daerah Kabupaten Sleman. Maka, tujuan akhir utamanya yaitu mampu mendorong ekonomi masyarakat baik dari sektor pertanian maupun dapat mendukung sektor lainnya serta dengan harapan mampu menciptakan kesejahteraan masyarakat terutama kesejahteraan sosial dan ekonomi yang dicapai melalui pertumbuhan ekonomi yang stabil dan berkesinambungan. (ila)
*Penulis merupakan Mahasiswa STIS (Sekolah Tinggi Ilmu Statistik-BPS)