RADAR JOGJA – Musnahnya Badai Kalmegi di Filipina menjadi pertanda baik. Dalam beberapa waktu ke depan cuaca berangsur normal. Terutama curah hujan di wilayah Jogjakarta. Walau begitu prediksi efektivitas musim penghujan terjadi pada dasarian II dan III Desember hingga awal Januari 2020.

Kepala Unit Analisa dan Prakiraan Cuaca Staklim BMKG Jogjakarta Sigit Hadi Prakosa mengakui badai Kalmegi memiliki dampak signifikan. Salah satunya mundurnya musim penghujan. Anomaly cuaca berlangsung dalam hitungan bulan.

”Kalau normalnya Oktober kemarin sudah masuk musim penghujan. Ada beberapa faktor salah satunya Kalmegi. Badai ini terlacak sejak November lalu di kawasan Filipina. Jadi beberapa waktu lalu Jogjakarta sangat cerah ya karena badai itu,” jelasnya ditemui Sabtu (7/12).

Tercatat hingga saat ini di Jogjakarta masih bertiup angin Monsoon Australia. Angin timuran ini memiliki karakter kering. Imbasnya di wilayah Indonesia khususnya sisi selatan masih mengalami kekeringan. Karakter ini berbanding terbalik dengan angin monsoon Asia atau angin baratan.

Awan cumulonimbus atau produsen hujan belum optimal. Walau sempat terjadi hujan namun dalan intesitas rendah. Bahkan hujan di wilayah Jogjakarta tidak merata. Baru didominasi wilayah Sleman sisi utara.

”Dua hari ini hujan sudah terjadi di wilayah Gunungkidul. Setidaknya bertahap hingga akhirnya konsitensi hujan terjadi di seluruh wilayah Jogjakarta. Intensitasnya beragam mulai sedang hingga lebat,” ujarnya.

Kepala Bidang Tanaman Pangan Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Gunungkidul Raharjo Yuwono mencatat hujan sudah hampir merata di seluruh kecamatan. Jajarannya masih memantau intensitas hujan per kecamatan. Kaitannya adalah masa tanam yang efektif bagi petani.

Raharjo mengimbau petani tidak terburu-buru. Turunnya hujan belum bisa sepenuhnya menjadi patokan masa tanam. Ini karena konsistensi hujan belum terjadi setiap harinya. Setidaknya tetap menunggu pantauan dari Staklim BMKG.

Komoditas tanaman pangan di wilayah Gunungkidul didominasi padi dan jagung. Kedua jenis tanaman ini membutuhkan kebutuhan air yang cukup ekstra. Antisipasi dilakukan dengan penyedian infrastruktur.

”Untuk infrastruktur sudah banyak yang dibangunkan tetapi kondisi saat ini berkata lain. Dampak perubahan iklim yang luas sehingga sumber air yang ada tidak sebanding dengan luasan lahan,” jelasnya.

Mundurnya musim penghujan turut menimbulkan permasalahan lain. Berupa pengadaan benih tanaman pangan susulan. Penyebabnya adalah sudah memasuki masa tutup anggaran. Alhasil pengajuan benih baru bisa terealisasi 2020. (dwi/ila)