RADAR JOGJA DIGITAL – Kepala Dinas Kebudayaan Aris Eko Nugroho berharap museum bergerak aktif. Karena baginya museum hadir sebagai etalase edukasi yang tak sekadar menyajikan koleksi masa lalu yang kuno. Namun beragam cerita dan ilmu turut terekam dalam artefak-artefak milik museum. Dia mencontohkan puluhan ribu koleksi Museum Sonobudoyo. Terbatasnya ruang pamer tak bisa menyajikan karya secara utuh. Hanya saja koleksi-koleksi dapat dikemas secara padat. Termasuk melalui pameran temporer.

“Tercatat saat ini koleksi yang dimiliki museum Sonobudoyo itu ada 65 ribu. Dari total koleksi ini yang dipamerkan baru satu persen. Artinya masih banyak koleksi yang belum terekspose ke publik,” jelasnya dalam pembukaan pameran Angkasa Raya, Ruang dan Waktu Membaca Langit, Selasa (10/12).

Konsep pameran temporer diharapkan menjadi solusi. Tak hanya bagi Museum Sonobudoyo tapi juga museum lainnya. Fungsi lainnya adalah menjaga keberadaan benda-benda koleksi. Sebagai antisipasi dari kerusakan bahkan hilang akibat pencurian.

Era 4.0 seakan menjadi tantangan bagi pengelola museum, yang dituntut inovasi ide yang harus selalu terwujud. Aris mencontohkan, untuk mengenalkan gamelan tak sekadar tampilan fisik. Bisa diwujudkan dengan menyajikan contoh bunyi gamelan sesuai dengan jenisnya.

“Museum itu jangan diaktifkan hanya sebagai tempat menyimpan koleksi. Untuk mewujudkan tentu harus ada inovasi penyajian koleksi. Dari yang awalnya statis menjadi koleksi yang dinamis. Ada interaksi antara koleksi museum dengan pengunjung museum,” katanya.

Terkait pameran kali ini, Aris meyakini adanya peran besar pada masa lalu. Misalnya ilmu astronomi kuno yang menjadi acuan para leluhur. Peran mereka untuk menentukan musim tanam hingga arah mata angin. Bahkan ilmu ini sangat berguna saat mengarungi luasnya lautan.

Koleksi-koleksi Sonobudoyo yang tak sepenuhnya tersaji dalam huruf modern, justru terekam dalam aksara Jawam, aksara Jawa kuno dan jenis aksara lainnya. Menurut Aris, inilah yang menjadi tugas pengelola museum dan Dinas Kebudayaan untuk menerjemahkan.

“Penerjemahan manuskrip masih terus berlangsung hingga saat ini. Setidaknya saat ini sudah lebih dari 200 lembar terjemahan aksara yang dilakukan oleh pihak museum. Setelah terbaca ternyata cara berpikir, penerapan dan dampaknya itu luar biasa,” ujarnya. (dwi/tif)