RADAR JOGJA – Selamat tinggal Eropa. Kalimat itu menjadi judul berita utama media terbesar kedua di Italia, La Repubblica. Isinya adalah tentang kemenangan Partai Konservatif dalam pemilu Inggris. Tidak sekadar menang, tapi meraih suara mayoritas.

Hampir semua media di Eropa menjadikan hasil pemilu Negeri Ratu Elizabeth II itu sebagai berita utama. Isinya serupa, tak jauh dari kekhawatiran bahwa Inggris akhirnya akan benar-benar hengkang dari Uni Eropa (UE).

Media Inggris yang pro-Partai Buruh, Daily Mirror, bahkan menyebut kemenangan Konservatif sebagai mimpi buruk sebelum Natal.

”Kita akan Brexit tepat waktu pada 31 Januari, tidak ada kata jika, tapi, dan mungkin,” tegas Perdana Menteri (PM) Boris Johnson kepada para pendukungnya, Jumat (13/12) seperti dikutip BBC.

Johnson sudah bertemu Ratu Elizabeth II di Istana Buckingham untuk mendapatkan instruksi formal guna membentuk pemerintahan.

Selama ini, Partai Konservatif tidak memiliki suara mayoritas. Mereka harus mendapat dukungan dari partai lain dulu untuk merealisasikan kebijakan. Namun, ke depan tidak lagi.

Sebab, partai yang dipandegani Johnson itu memiliki mandat mutlak untuk merealisasikan perceraian Inggris dari Uni Eropa (UE) secepatnya. Konservatif mendapat 364 kursi dari 326 kursi yang dibutuhkan untuk menjadi pemilih suara mayoritas.

”Saya akan menjadikan ini sebagai misi saya, yaitu bekerja siang malam, sekuat tenaga, membuktikan bahwa kalian sudah benar memilih saya kali ini dan mendapatkan dukungan kalian di masa depan,” janji Johnson.

Itu adalah kemenangan terbesar Konservatif sejak 1987 ketika partai tersebut masih dipimpin Margaret Thatcher. Raihan kursi itu juga jauh dari prediksi berbagai lembaga survei yang menyatakan bahwa Konservatif hanya akan menang tipis dari Buruh.

Di lain pihak, Partai Buruh justru mengalami kekalahan terburuk sejak 1930-an. Pemimpin Partai Buruh Jeremy Corbyn bahkan menyatakan akan mundur dan tidak akan memimpin partai dalam pemilu mendatang.

Politikus 70 tahun itu menyatakan bahwa performa Partai Buruh sangat mengecewakan. Mereka kehilangan banyak kursi yang didapat dari pemilu 2017.

Kemenangan Johnson itu, tampaknya, didorong keinginan penduduk agar negara mereka tidak tersandera proses Brexit. Proses perceraian dari UE itu terus-menerus mundur sehingga membuat masa depan Inggris tak pasti.

”Kita memecah kebuntuan. Kita mengakhiri kemacetan dan menghancurkan penghalang,” ujar massa pro-Brexit saat mengetahui hasil pemilu seperti dikutip Agence-France Presse.

Pemilih yang memilih untuk tetap bersatu dengan UE juga sudah legawa. Gordon Hockey, salah satunya. Pria yang berprofesi pengacara itu menegaskan bahwa hasil pemilu ini bukanlah yang dia inginkan.

Namun, setidaknya kini sudah jelas bahwa Brexit akan terjadi cepat atau lambat, bukan sekadar pembahasan tanpa ujung seperti tiga tahun belakangan ini.

Setelah parlemen baru mulai bekerja, Johnson bisa kembali mengajukan kesepakatan yang sudah dia buat dengan UE. Kesepakatan itu bisa lolos dengan mudah karena Konservatif kini mendapatkan suara mayoritas.

Mereka tidak butuh suara dari partai lain. Batas waktu perpanjangan dari UE pada 31 Januari bisa terpenuhi.

Setelah pasti keluar dari UE, Inggris akan memasuki babak masa transisi. Ini adalah periode yang melelahkan. Johnson berkali-kali mengungkapkan bahwa masa transisi itu maksimal sudah selesai pada akhir 2020. Namun, banyak yang meragukan itu akan berjalan sesuai dengan jadwal.

HASIL PEMILU INGGRIS
Partai Konservatif : 364 kursi
Partai Buruh : 203 kursi
Partai SNP : 48 kursi
Partai Liberal Demokrat : 11 kursi
Partai DUP : 8 kursi
Partai lainnya : 15 kursi
Total : 649 kursi*

Catatan Selama Pemilihan:
– Penghitungan satu konstituensi di St Ives, Cornwall, belum selesai.
– Untuk mendapatkan suara mayoritas dan membentuk pemerintahan, diperlukan 326 dari 650 kursi.
– Angka kehadiran pemilih mencapai 67,3 persen dari 47.587.254 penduduk yang terdaftar sebagai pemilih.

Sumber: Agence France-Presse, BBC