RADAR JOGJA– Terdakwa kasus korupsi proyek Saluran Air Hujan (SAH) Jalan Soepomo CS, Gabriella Yuan Anna Kusuma mengakui kesalahannya. Walau begitu dia meminta adanya pertimbangan hukum yang adil. Direktur Utama PT Manira Arta Rama Mandiri ini mengaku hanya menjadi korban terdakwa Eka Safitra.
Gabriella didakwa dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a UU 31/1999 jo Pasal 2 UU 20/2001 jo 64 KUHP. Hakim menjatuhkan pidana penjara dua tahun dan denda Rp 150 juta atau kurungan tiga bulan. Ibu tiga anak ini telah ditahan sejak 20 Agustus 2019.
“Seolah-olah Eka Safitra bisa memenangkan lelang proyek yang saya ikuti. Kenyataannya dari sidang sebelum-sebelumnya, kemenangan lelang PT Widoro Kandang murni. Lolos secara administrasi dari BLP maupun Dinas PUPKP Kota Jogja dan tidak terjadi intervensi dari pihak siapapun,” jelasnya saat pembacaan pledoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jogjakarta, Kamis (9/1).
Dalam pledio tersebut, Gabriella juga mengaku belum pernah bertemu pihak pemilik proyek. Pertemuan dengan pihak BLP maupun Dinas PUPKP Kota Jogja justru dalam persidangan. Keduanya berstatus sebagai saksi atas kasus dugaan korupsi proyek Jalan Soepomo CS.
Pertimbangan lain adalah dikembalikannya uang muka proyek beserta bunga. Seluruh dana tersebut telah kembali kepada pemiliknya, Pemkot Jogja. Sehingga Gabriella menampik telah menikmati uang dari proyek tersebut.
“Selama proses lelang berlangsung saya belum pernah dipertemukan dengan panitia lelang BLP atau dari DPUPKP. Saya telah terjebak dan dimanfaatkan dalam permainan penuh rekayasa dari saksi Eka Safitra dan Satria Sulaksono untuk kepentingan pribadi mereka,” ujarnya.
Walau begitu Gabriella mengakui adanya permintaan fee dari Eka Safitra. Sebesar delapan persen dari total nilai proyek Rp 10.887.750.000. Timbal baliknya Eka memberikan sejumlah masukan. Tujuannya agar lolos administrasi lelang.
Eka Safitra, lanjutnya, seolah-olah bisa mengatur dan menentukan kemenangan perusahaan. Gabriella merasa dimanfaatkan saat penundaan pengumuman lelang. Jaksa fungsional Kejari Kota Jogja tersebut menuturkan penundaan atas permintaan Eka Safitra.
“Ternyata bukan karena permintaan saksi (Eka Safitra), tetapi memang pada saat itu sistem pengumuman lelang secara online sedang bermasalah. Belum lagi saran menggunakan tiga perusahaan saat mendaftar sebagai peserta lelang. Dengan mengambil urutan tertinggi, tengah dan terendah. Serta membanting harga penawaran sampai dengan 20 persen,” katanya.
Pembacaan pledoi personal dibacakan sendiri oleh Gabriella. Pengajuan tersebut ditulis tangan dalam berlembar – lembar kertas folio. Uniknya Gabriella tidak sepenuhnya menolak sanksi hukum. Hanya saja dia meminta agar tetap bisa dekat dengan keluarganya.
“Jika memang harus menjalani hukuman kurungan saya minta tidak jauh dari keluarga. Salah satu pertimbangan adalah sebagai ibu rumah tangga, istri dari suami dan ibu dari ketiga anak saya,” ujarnya. (dwi/tif)