RADAR JOGJA – Meroketnya harga cabai turut dinikmati sejumlah petani komoditi ini. Salah satunya adalah Legimin, 56. Petani cabai asal Dusun Gedongan Lor, Wedomartani, Ngemplak, Sleman ini mendapatkan untung berlipat. Terlebih setelah lahan cabainya telah memasuki musim panen.

Pria paroh baya ini merasa beruntung. Di awal musim tanam, Legimin cenderung gambling. Memilih untuk menanam komoditi cabai rawit lebih awal. Padahal awal musim tanam masih dalam rentang musim kemarau.

“Istilahnya berani menentang iklim, karena sebenarnya musim tanam itu baru mulai sekarang. Alhamdulilah panen berhasil dan saat ini sudah memasuki musim panen,” jelasnya ditemui saat memanen cabai rawit di tegalan Gedongan Lor, Wedomartani, Ngemplak, Senin (27/1).

Tercatat saat ini Legimin telah sebelas kali panen cabai. Jenjang panen setiap empat hari sekali. Dalam setiap panen dia bisa memetik sekitar 30 kilogram cabai rawit merah. Sementara untuk luasan lahan mencapai sekitar 1300 meter persegi. Jumlah pohon cabai rawit mencapai 1750 batang.

Legimin mengakui meroketnya harga cabai menjadi berkah tersendiri. Harga jual dari petani saat lelang kisaran Rp 52 ribu hingga Rp 80 ribu perkilogramnya. Rentang harga, lanjutnya, tergolong fluktuatif untuk setiap harinya.

“Saya jualnya di pelelangan. Hari ini (27/1) sudah diharga Rp 52 ribu perkilogram, kemarin sempat Rp 71.750 perkilogram. Kapan hari itu juga sempat Rp 80 ribu perkilogram. Harga memang tidak stabil dan tidak bisa dipastikan. Hari ini, besok dan lusa bisa berbeda,” katanya.

Walau rentang harga berbeda-beda, Legimin tetap bahagia. Ini karena dia berhasil meraih keuntungan berlipat dari panen cabai rawit kali ini. Batas harga minimal jual sistem lelang setidaknya di angka Rp 20 ribu perkilogramnya.

“Minimal harga Rp 20 ribu itu sudah pas, sudah nutup dan ada keuntungan meski tidak banyak. Tapi kalau harga dibawah Rp 10 ribu pasti pusing, karena rugi angka produksinya,” ujarnya.

Terkait gangguan cuaca, Legimin membenarkan. Anomali cuaca membuat sejumlah tanaman cabai menjadi layu. Penyebabnya di awal musim tanam cuaca cenderung panas. Sehingga menyebabkan tanah kering. Memasuki musim penghujan, pasokan air melimpah.

Dari total 1750 batang pohon, ada sekitar dua persen tanaman miliknya yang rusak. Seluruhnya layu dan perlahan mati. Alhasil Legimin melalukan panen dini. Cabai dipetik dalam kondisi muda atau masih berwarna hijau.

“Panas lalu hujan, lalu panas lagi. Pohonnya jadi liyer dan alum. Tanahnya kaget, dari kering tiba-toba kebanyakan air. Memang masih bisa dipanen tapi tidak produktif dan harus dicabut. Kalau dijual (rawit hijau) itu kisaran Rp 9 ribu sampai Rp 10 ribu perkilogramnya,” katanya. (dwi/tif)