RADAR JOGJA – Melambungnya harga sejumlah jenis cabai dipengaruhi persediaan barang di pasar yang terbatas. Serta, adanya sejumlah sentra cabai yang saat ini belum melakukan panen.
Kepala Dinas Pertanian, Pangan, dan Perikanan (DP3) Sleman Heru Saptono menjelaskan permintaan yang terus meningkat dan belum panennya sentra cabai yang memengaruhi persediaan barang di pasar. Inilah yang membuat harga semakin melambung.
Para pedagang, mengambil persediaan cabai dari Kulonprogo, Muntilan, dan Sleman. Diperkirakan, pada Maret atau April, harga cabai akan kembali turun. Oleh karena itu, Heru memitna masyarakat untuk tidak khawatir. “Apalagi saat ini di beberapa wilayah belum mengalami panen,” jelas Heru kemarin (31/1).
Saat ini, pihaknya akan mengembangkan pengelolaan cabai melalu kelompok tani. Misalmya pada Kelompok Wanita Tani (KWT) di Purwobinangun, Pakem yang telah menjalani pembinaan terkait pengolahan cabai.
Berdasarkan data Pasar Lelang Cabai yang dikelola DP3, setiap hari Sleman mampu menyetok cabai sekitar 1,5 sampai dengan 3 ton. Dengan setiap bulannya mampu menghasilkan cabai 15 sampai 25 ton. Menurut Heru, kebijakan tersebut akan bermanfaat saar panen raya. “Panen cabai bisa dimaksimalkan,” tambah Heru.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sleman Mae Rusmi Suryaningsih membenarkan akan harga sejumlah jenis cabai di Sleman mengalami kenaikan signifikan. Dengan harga cabai rata-rata mulai dari Rp 40 ribu hingga Rp 70 ribu per kilonya. Hal ini lantaran turunnya produksi cabai di tingkat petani yang menyebabkan harga meningkat.
Disperindag mencatat, kenaikan signifikan terjadi pada jenis cabai merah besar keriting, yaitu mencapai 26,05 persen di minggu ke-4 Januari. Sedangkan pada minggu pertama, harga cabai masih pada kisaran Rp 35 ribu. “Tapi di minggu ke-4 naik hingga Rp 56 ribu,” kata Rusmi.
Rusmi menyebutkan, turunnya pasokan cabai juga dipengaruhi oleh cuaca ekstrem di awal tahun. “Curah hujan yang tinggi pada awal tahun ini menyebabkan hasil panen turun drastis,” jelas Rusmi.
Rusmi mengaku, pihaknya telah membuat kebijakan untuk mengendalikan harga dan produksi cabai. Dilakukan dengan mengembangkan pengolahan cabai, bekerjasama dengan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM).
Menurutnya, pengolahan cabai bisa menjadi solusi yang tepat dan efektif dalam menangani hasil panen cabai yang bisa jadi berlebihan pada saat tertentu. Cara tersebut juga dianggap mampu mengantisipasi saat harga cabai sedang rendah, atau menekan harga saat sedang tinggi di pasaran. “Cabai bisa diolah menjadi bentuk bubuk atau makanan olahan lainnya yang membuat nilainya lebih meningkat,” tutur Rusmi. (eno/din)