RADAR JOGJA – Peredaran obat dan psikotropika ilegal masih kerap terjadi. Alasan utamanysa untuk memenuhi kebutuhan ekonomi harian. Terbaru, jajaran Ditresnarkoba Polda DIJ menyita 10 ribu pil trihexyphenidyl illegal. Pelakunya seorang pria bernama Eko Mujiyanto.
Pria berusia 27 tahun itu ditangkap atas kepemilikan puluhan ribu pil penenang tersebut. Tak sekadar memiliki, Eko juga mengedarkan dalam paket kecil. Setidaknya untuk 10 butir pil trihexyphenidyl dia jual dengan harga Rp 25 ribu.
“Belinya paket besar sebanyak 10 botol. Satu botol itu isinya ada 1.000 butir pil trihexyphenidyl dengan merk Yarindo. Lalu dijual lagi dengan paket kecil,” jelas Wadirresnarkoba Polda DIJ AKBP Bakti Andriyono, Kamis (13/2).
Bisnis terlarang ini berawal dari coba-coba. Awalnya pria asal Panggungharjo Sewon Bantul tersebut hanya membeli dalam paket kecil. Melihat prospek bagus, Eko memilih untuk menggelutinya. Dia langsung menebus 10 ribu butir trihexyphenidyl dengan uang sebesar Rp 6 juta.
Proses transaki berlangsung secara terputus. Antara Eko dan penyuplai tidak bertemu secara langsung. Mekanisme dengan pemesanan melalui sosial media. Selanjutnya pembayaran melalui transfer antar bank. Hingga trihexyphenidyl dikirim dengan jasa pengiriman.
Dalam proses transaksi, Eko mendapatkan bonus. Berupa duapuluh butir pil Mersi Atarax Alprazolam. Bedanya obat-obatan ini tidak untuk dijual. Eko memilih untuk mengonsumsinya secara pribadi. Alasannya untuk ketenangan diri.
“Dalam proses transaksi tidak seluruhnya dibayar dengan uang tunai. Adapula sistem barter. Untuk lima butir trihexyphenidyl ditukar dengan enak batang rokok,” katanya.
Eko dijerat dengan pasal berlapis. Sanksi pertama berupa Pasal 62 Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. Untuk sanksi kedua berupa Pasal 196 UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
“Pasal 62 sanksinya hukuman penjara lima tahun dan denda maksimal Rp 100 juta. Kalau Pasal 196 sanksinya berupa kurungan penjara 10 tahun dan denda maksimal Rp 10 miliar,”ujarnya.
Tertangkapnya Eko turut menyurutkan kasus kriminal lainnya. Kabid Humas Polda DIJ Kombes Pol Yuliyanto menuturkan adanya korelasi antara trihexyphenidyl dan aksi kriminalitas jalanan. Berdasarkan penyidikan, mayoritas pelaku mengonsumi obat ini sebelum beraksi.
“Obat ini sebenarnya untuk orang yang mengalami gangguan jiwa. Menghilangkan rasa nyeri dan sebagai penenang. Tapi kerap dimanfaatkan para pelaku kriminalitas agar timbul keberanian. Jadi saat beraksi memang tidak bisa berpikir jernih,” katanya. (dwi/tif)