RADAR JOGJA – Kepala SMPN 1 Turi Tutik Nurdiana mengaku tak mengetahui adanya kegiatan susur sungai di sekolahnya. Ini karena program tersebut telah berjalan rutin. Sementara dia baru menjabat sebagai Kepala SMPN 1 Turi selama 1,5 bulan.
Tutik berdalih program ini telah berjalan pada setiap semesternya. Di sisi lain juga tak ada pemberitahuan kepada sekolah. Dalam konteks ini koordinasi antara Gugus Depan Pramuka sekolah dengan pihak Kepala Sekolah.
“Mohon maaf saya juga baru menjabat satu setengah bulan. Program (susur sungai) melanjutkan semester lama. Jujur tidak tahu, karena (pembina Pramuka) memang tidak matur,” jelasnya, ditemui di SMPN 1 Turi, Sabtu (22/2).
Tutik enggan mengatakan ini sebagai kelalaian. Hanya saja dia memastikan ketujuh pembina memang memiliki kemampuan sebagai pembina Pramuka. Status keseharian sebagai guru dI SMPN 1 Turi.
Di satu sisi dia beranggapan bahwa kegiatan susur sungai adalah hal yang wajar. Terlebih anak-anak di wilayah Kecamatan Turi terbiasan bermain dengan air. Dalam kasus ini, mayoritas korban memang beralamatkan Turi.
“Susur sungai memang program khsusus dalam pelatihan Pramuka. Tapi kegiatan ini sebenarnya sudah familiar terutama di lingkungan Turi. Tapi kemarin ada kejadian tak terduga yaitu luapan sungai,” ujarnya.
Ketua Kwarda DIJ GKR Mangkubumi mengakui kejadian ini sebagai kelalaian. Terlebih lokasi yang dipilih memiliki arus sungai yang deras. Sehingga memiliki faktor resiko tinggi sebagai penunjang kegiatan.
Wujud kelalaian lain adalah tidak adanya koordinasi. Terutama dari pembina Pramuka kepada Kepala Sekolah. Sehingga tidak pertimbangan untuk mengevaluasi kegiatan. Khususnya atas pertimbangan cuaca dan faktor lainnya.
“Seharusnya memberikan informasi kepada Kepala Sekolah. Disayangkan karena tidak terintegrasi dan terinformasi. Walau program lanjutan tetap wajib lapor setiap mau kegiatan,” tegasnya.
Ke depan, Kwarda DIJ akan meninjau kembali aturan kegiatan kepramukaan di sekolah. Walau berdiri sebagai gugus depan bukan berarti berdiri secara mandiri.
“Akan ditinjau, jangan sampai kegiatan kepramukaan dibawa keluar sekolah tanpa adanya komunikasi. Karena tanggungjawab anak-anak itu juga masih ranah sekolah selain pembina Pramuka,” ujarnya.
Selain itu putri sulung Raja Karaton Ngayogyakarta ini juga akan mengumpulkan para pembina. Tujuannya untuk mengedukasi tentang program kepramukaan. Terlebih yang memiliki faktor resiko bahaya.
Dalam kasus ini, GKR Mangkubumi menyoroti jumlah pembina. Dengan total peserta Pramuka hingga 249 tak sebanding dengan tujuh pembina. Sehingga tidak bisa mendampingi dan mengawasi lebih ketat.
“Pembina harus lebih berhati hati dalam memilih kegiatan outdoor. Sebelum memilih kegiatan harus tahu plus minus. Jumlah pembina dalam kasus ini tak seimbang. Harus tahu faktor resiko yang akan terjadi,” pesannya. (dwi/tif)